Artikel Sering Tampil

Jumat, 22 Agustus 2014

Filsafat Pendidikan Islam



Konsep Manusia dalam Al- Qur’an
Oleh Andika Yulianto
Sebelum membahas secara terperinci tentang konsep manusia dalam Al- qur’an, penulis ingin mengungkapkan definisi manusia secara komperhensif. Dalam wikipedia[1], definisi manusia dilihat dari segi biologis, rohani, antropologi kebudayaan atau secara campuran.
·         Segi biologis Manusia adalah sebuah makhluk dengan spesies prima dari golongan mamalia yang dilengkapi oleh otak berkemampuan tinggi.
·         Segi kerohanian, manusia merupakan makhluk yang mempunyai ktergantungan terhadap tuhan dan mempunyai kekuatan spiritual terhadap tuhan.
·         Dari segi antropologi kebudayaan, manusia mempunyai keberagaman bahasa, pola pikir dan jiwa sosial sehingga mampu membangun komunitas kemajemukan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan ilmu teknologi.
Secara garis besar definisi diatas, penulis mengkritisi bahwa pandangan mereka tehadap manusia terlalu sempit sehingga terlihat dan mencerminkan materialisme yang menganggap manusia sebagai makhluk materi yang dapat dibentuk dan menafikkan keberadaan sang Pencipta.
Dikutip dari buku Ahmad Tafsir[2], dimana Socrates ( 469 – 399 SM) menyatakan bahwa hakikat manusia adalah makhluk yang ingin tahu dan membutuhkan orang lain untuk membantunya keluar dari ketidaktahuanya. Pemikiran ini dilanjutkan oleh muridnya Plato (w. 347 SM) , dimana dalam pandangannya manusia terbagi menjadi 3 unsur ; Pertama, Manusia yang didominasi oleh rasio ( akal ) yang mempunyai hasrat utamanya adalah meraih ilmu pengetahuan. Kedua, manusia yang didominasi ruh yang mempunyai hasrat meraih prestasi. Ketiga, manusia yang didominasi nafsu yang mempunyai hasrat utamanya kepada hal materi. Sehingga peran rasio hal ini mengontrol kerja roh dan nafsu.
Dalam kajian keislaman eksistensi manusia bertolak belakang dengan penafsiran orang barat. Oleh sebab itu untuk memahami eksistensi manusia, akal manusia dibimbing dan dituntun oleh otoritas wahyu : yaitu Al-qur’an dan hadist Rasulullah Saw. Dimana firman Allah :

................diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). ( QS . Al Baqoroh 185)
Dan dilain surat
 
.... dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS : An- Nahl : 89).
Definisi manusia menurut al-Qur’an adalah mahkluk yang diciptakan dari pencampuran setetes air mani,
.........وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur........ ( QS: Al Insan : 2)
Yang kejadiannya secara sistemik dan berjalan secara dinamis yang berlangsung dalam periodik tertentu,:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ
 ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
 
12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.( QS; Al- Mulminuun : 12-14).
Kejadian tersebut ditopang oleh ruh Sehingga berwujud sempurna dengan kemampuan mendengar, melihat, merasakan sesuatu ( hati). Berfikir.
“ kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.( QS; Al Sajadah: 9)
Penjelasan hadist tentang proses terjadinya manusia
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ فَيُكْتَبُ عَمَلُهُ وَأَجَلُهُ وَرِزْقُهُ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ فَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُ النَّارَ
(BUKHARI - 3085) : Telah bercerita kepada kami 'Umar bin Hafsh telah bercerita kepada kami bapakku telah bercerita kepada kami Al A'masy telah bercerita kepada kami Zaid bin Wahb telah bercerita kepada kami 'Abdullah telah bercerita kepada kami Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dab dialah orang yang jujur dan berita yang dibawanya adalah benar: ""Setiap orang dari kalian telah dikumpulkan dalam penciptaannya ketika berada di dalam perut ibunya selama empat puluh hari kemudian menjadi 'alaqah (zigot) selama itu pula kemudian menjadi mudlghah (segumpal daging) selama itu pula kemudian Allah mengirim malaikat yang diperintahkan dengan empat ketetapan (dan dikatakan kepadanya), tulislah amalnya, rezekinya, ajalnya dan sengsara dan bahagianya lalu ditiupkan ruh kepadanya. Dan sungguh seseorang akan ada yang beramal dengan amal-amal penghuni neraka hingga tak ada jarak antara dirinya dengan neraka kecuali sejengkal saja lalu dia didahului oleh catatan (ketetapan taqdirnya) hingga dia beramal dengan amalan penghuni surga kemudian masuk surga, dan ada juga seseorang yang beramal dengan amal-amal penghuni surga hingga tak ada jarak antara dirinya dengan surga kecuali sejengkal saja, lalu dia didahului oleh catatan (ketetapan taqdirnya) hingga dia beramal dengan amalan penghuni neraka lalu dia masuk neraka".
Adapun konsep manusia dalam al- Qur’an mempunyai  empat istilah yang digunakan untuk memaknai manusia,yaitu insan, An- Nas, basyar dan bani adam atau dzuriyati Adam.  Seperti halnya yang diungkapkan oleh Rif’at Syauqi Nawawi[3],  menyatakan istilah manusia  secara mendasar yang diungkapkan dalam Al- qur’an terdapat empat kata seperti Insan, An-Nas, Basyar dan kata bani Adam ( dzuriyati Adam).
Meskipun setiap istilah tersebut menunjukkan arti pada manusia, namun secara spesifik istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
1.      Penamaan Manusia dengan Al- Insan.
Al- insan dinyatakan dalam al Qur’an sebanyak 73 kali yang tersebar dalam 43 surat[4]. Secara etimologi, al –Insan dapat di artikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa. Kata insan digunakan Al- Qur’an untuk menusia dengan seluruh totalitas, jiwa dan raga. Perbedaan manusia terletak pada fisik, mental dan kecerdasannya. Menurut aisyah bintu syati, kata Insan yang terdapat dalam al- qur’an menunjukan ketinggian derajat manusia yang membuatnya layak sebagai khalifatu fil Ardh:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً.
ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." ...... (QS: al Baqarah : 30)
Ayat diatas menunjukan bahwa manusia mampu memikul beban berat dan aktif ( tugas keagamaan ) dan amanah dalam kehidupannya. Hanya manusialah yang dibekali ilmu ( memiliki pengetahuan ), al Bayan ( pandai berbicara ), al- ‘aql ( mampu berfikir), at- tamyiz ( mampu menerapkan dan mengambil keputusan )  sehingga siap menghadapi ujian, memilih yang baik, mengatasi kesesatan dan berbagai persoalan hidup yan mengakibatkan kedudukan dan derajatnya lebih dari derajat dan martabat berbagai organisme dan makhluk- makhluk lainnya. Selain itu kata insan berasal dari kata nasiya yang mengandung arti melalaikan sesuatu( lupa) dan meninggalkan sesuatu. Jadi manusia juga dapat diartikan makhluk yang bisa kehilangan kesadaran terhadap sesuatu( lupa).[5]
Dalam jurnal ilmiah keislamannya Muhmidayeli[6] menyebutkan bahwa manusia tempatnya lupa, dimana manusia seringkali lalai, lengah dan kehilangan kesadaran terhadap sesuatu. Oleh sebab itu, diperlukan fungsionalitas akal dan hati yang terus di optimalisasi, dibina, dididik, dan dipelihara sehingga kealpaan dan kecerobahan dalam berbagai tingkah laku dalam kehidupan dapat teratasi. Kelupaan manusia menurut Umay M. Dja’far Shadiq adalah kelupaan terhadap perjanjiannya dahulu mentauhidkan Allah SWT ketika dialam arwah[7] :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
  "dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",( Qs: Al- A’raf: 172)

2.       Penamaan Manusia dengan An- Nas
Kata an- Nas dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 241 kali dan tersebar dalam 53 surat. Kata an-nas berasal dari kata An- naus yang berarti gerak, dan unas berarti nampak. [8]Kata An- nas yang menunjukan arti jenis manusia dalam surat Al- Hujurat :13
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Syekh fadhlullah Haery menyebutkan kata An- nas berakar dari kata anisa yang berarti dikenal, peramah, akrab, yang menunjukkan sifat dasar manusia yang suka berteman dan mencari persahabatan[9].
Sedangkan menurut Al-Raghib Al ishfahany, kata An- nas lebih cenderung menunjukan pada eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan sosial, secara keseluruhan tanpa melihat status keimanan dan kekafirannya.  Kata an- nas juga dipakai al- qur,an untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang mempuyai berbagai aktifitas untuk mengembangkan kehidupannya. Al-Ahqaf : 6
  وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ
“dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.
Konsep Manusia sebagai istilah An- nas dalam Al-Qur,an telah tampak menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Pemahaman ini mungkin sudah tidak lagi asing bagi kita seperti ungkapan Al- Insan madaniyy bil-al-thab’, dengan kata lain civil society. Tetapi dalam hal ini Allah telah mengingatkan kepada kita, bahwa pencapaian kebahagiaan tidak hanya berhubungan dengan tuhan,tetapi haruslah diimbangi dengan keharmonisan hubungan antar sesama manusia dan makhluk lain di bumi ini. Sebagaimana firman Allah surat Ali Imron : 112

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ
  “mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.”
Dalam pengertian lain Manusia juga dapat dikatakan makhluk ynag Bertuhan ( memiliki kecenderungan berTuhan ). Sebagaimana Firman Allah Surat Ar- Ruum : 30
“; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
“ Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.

3.      Penamaan Manusia dengan Istilah Al Basyar
Dalam Al- Qur’an istlah Al-Basyar diulang sebanyak 37 kali dan tersebar dalam 26 surat[10]. Adapun kata basyar berasal dari huruf Ba, syin, ra’ yang bermakna pokok “ sesuatu dengan baik dan indah.
“ini tidak lain hanyalah Perkataan manusia". ( Al- Mudatsir: 25)
Dari makna ini terbentuk kata kerja basyara dengan arti bergembira, menggembirakan, dan menguliti, dan bisa berarti memperhatikan dan mengurusi sesuatu.
Pendapat para pakar tafsir tentang kata basyara
a.       Al Raghib Al-Isfahani menyatakan kata basyar merupakan jamak dari basyarat ( kulit ). Artinya manusia mempunyai kulit yang nampak berbeda dengan dengan kulit hewan lainnya. Jadi, penamaan  manusia dengan basyarat yang berarti kulit maka menunjukan makna bahwa manusia secara biologis didominasi oleh kulit ketimbang rambut atau bulunya.
b.      M. Quraish Shihab[11], menurutnya makna basyara mengandunga arti menampakkan sesuatu dengan baik dan indah. Dan beliau mengungkapkan bahwa penampakan yang indah itu didahului oleh kulit atau fisik luarnya.
c.       Aisyah ‘abdu Rahman Bint As-Syati, menurut beliau makna basyar mengandung maksud anak adam yang mempunyai kemampuan makan, minum, berjalan, bertemu, dan gembira. Dengan demikian kata basyar selalu mengacu pad aspek lahiriah ( fisik nya).
Dari beberapa gagasan yang ditafsirkan oleh para ahli, menyimpulkan manusia dalam konsep Al- Basyar mempunyai makna makhluk biologis yang terdiri dari unsur materi ( jasmaniah). Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah kaidah prinsip kehidupan biologis seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan dan kedewasaan. Dorongan biologis tersebut diantaranya: makan, minum, seksual, pertahanan diri, percaya diri dll.
Jadi manusia dilihat dari konsep basyar, merupakan makhluk berfisik dan mempunyai sisi psikis. Atau dengan kata lain makhluk yang terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Dalam rangka mengembangkan sektor jasmani dan rohani pada manusia, dibutuhkanlah bimbingan, pengajaran dan pendidikan kepada setiap manusia. Sehingga ia mampu menyeimbangankan potensi diri, mampu mengendalikan emosi, dan dapat meningkatkan kesehatan jasmaniyahnya.
Dalam hal ini dapat dilihat implikasi istilah Al- basyar terhadap pendidikan diantaranya, pertama aspek Fisik dan Psikisnya, kedua akan menunjang keseimbangan materi / kurikulum dalam pendidikan.
4.      Penamaan Manusia dengan Istilah Bani Adam
Istilah lain yang menunjukan arti manusi di dalam Al- Qur’an adalah bani Adam, istilah ini terdapat 7 tempat slah satunya pada surat Isra’ : 70
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
“ dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Dalam Al-qur’an mengemukakan bahwa manusia pertama diciptakan Allah adalah adam, sedangkan keturunannya disebut dengan bani adam ( anak keturunan adam) atau dzuriyat adam.  Makna bani adam bermakna sesuatu yang lahir dari sesuatu yang lain.  Sedangkan makna dzuriyat adam bermakna kehalusan dan tersebar. Dikaitkannya kedua kata tersebut kepada nabi adam memberi kesan adanya kesejarahan dalam konsep manusiayang berasal dari satu asal. Selain itu menunjukkan kesedarahan bagi seluruh umat manusia.
Mengacu kepada latar belakang sejarah penciptaannya tampak manusia selaku bani adam, memang termasuk makhluk yang dapat berbuat salah. Dan manusia memiliki peluang untuk digoda oleh syaitan. Oleh sebab itu manusia selalu diperingatkan oleh Allah agar selalu berhati – hati terhadap godaan setan. Peranan manusia selaku bani adam mengacu kepada, bagaimana upaya manusia dalam menjaga kemuliaan dirinya, serta memanfaaatkan rejeki pemberian Allah Swt sesuai dengan ketentuanNYa.

Implikasi Konsep Manusia Dalam Perspektif Al- Qur’an terhadap Pendidikan

1.      Implikasi Al- Insan Dalam Pendidikan
Implikasi Al- insan dalam pendidikan adalah manusia mempunyai potensi diri dan intelektual  dalam mngemban tugas dan tanggungjawab dalam menjaga keharmonisan dan keselarasan bumi ini. Untuk itu dalam mengembangkan potensi yang dimiliki manusia maka dibutuhkanlah orang lain ( seorang pendidik ) yang mampu membimbing, mengarahkan kepada hakikat manusia yang sesungguhnya. Dengan demikian telihat adanya hubungan timbal balik yang dimanis antara pendidik dan peserta didik dalm proses pendidikan yang memiliki tujuan.
Adapun tujuan pendidikan haruslah selaras dengan potensi diri dan intelektualitas manusia tersebut dalam rangka memulihkan kealpaannya terhadap tujuan kehidupannya yang hakiki( Allah Swt), sehingga mampu menjadi insan kamil. Dari tujuan tersebut timbulah suatu materi/ kurikulum pendidikan yang menopangnya. Mengenai materi/ kurikulum pendidikan haruslah berisi bahan- bahan pelajaran yang menumbuhkan, membina, mengarahkan, serta mengembangkan potensi jasmaniyah dan rohaniah secara adil dan seimbang, sehingga julukan manusia sebagai insan tamyiz yaitu mampu mengambil keputusan dalam menghadapi ujian kehidupan didunia.



2.      Implikasi An- Naas Dalam Pendidikan
Pemahaman secara umum dari keterangan ayat – ayat yang membicarakan manusia dengan ungkapan An- Nas dapat berimplikasi kepada pendidikan diantaranya:
a.      Konsep guru, orang tua, dan masyarakat
Hubungan kerjasama antara guru dengan orangtua harus dilakukan dengan baik sehingga dapat melihat perkembangan anak sebagai peserta didik. Demikian juga masyarakat sebagai agent of control diharapkan juga ikut andil dalam membangun komunikasi yang baik dan saling memberikan input yang positif, sehingga terciptalah perkembangan generasi yang berkarakter akhlakul karimah.
b.      Peserta Didik
Konsep peserta didik dipahami tidak saja sebagai objek saran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subjek pendidikan. hal ini tercermin dalam proses belajar mengajar yang diarahkan kepada problem soulving ( pemecahan Masalah), yang mana diharapkan peserta didik selain sebagai makhluk spiritual, ia mampu mengaplikasikan spiritualitasnya dalam diri peserta didik sehingga mampu menghadapi ujian kehidupan dan mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya.
c.       Situasi dan metode pendidikan
Dengan pemahaman terhadap manusia berdasarkan konsep an- nas, dapat pula dirumuskan mengenai situasi dan metode pendidikan, yakni bahwa situasi atau keadaan yang menyenangkan juga menjadi komponen yang penting seperti penciptaan lingkungan yang representatif, suasana belajar yang aman dll.
Demikian pula dengan metode pendidikan yang diharapkan sesuai dengan kecenderungan manusia seperti : meniru, mendengarkan cerita, berdiskusi, tanya jawab, membaca, menulis,musyawarah, dll. Dengan hal tersebut mampu memberikan teladan yang baik kepada peserta didik.
3.      Implikasi Al-Basyar Dalam Pendidikan
a.      Jasmani ( Fisik) dan Rohani ( jiwa)
Keberhasilan nilai nilai pendidikan tak lepas dari kesehatan jasmani, sebab didalam sehatnya jasmani akan mempengaruhi jiwa( rohaninya) untuk itu pendidikan haruslah menanamkan keseimbangan antara tujuan pendidikan secara jasmani dan rohani.
b.      Kurikulum.
Demikian juga termasuk dalam kurikulum pendidikan, merupakan komponen terpenting yang tidak boleh ketinggalan. Kurikulum merupakan akse menyinergikan tujuan pendidikan.
4.      Implikasi Al-Basyar Dalam Pendidikan
Implikasi istilah bani adam terhadap pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.      Kurikulum
Kurikulum hendaklah berisikan bahwa manusia sebagai bani adam adalah manusia yang memiliki fungsi persamaan kesedarahan dan persaudaran kemanusiaan. Muatan kurikulum haruslah menitikberatkan pada upaya pembinaan hubungan persaudaraan antar sesama manusia. Dengan demikian, apapun latar belakang sosio kultural, agama, bangsa, bahasanya, harus dihargai dan dimuliakan. Karena dalam tatanan ini manusia seakan akan berstatus sebagai keluarga yang bersaudara yang berasal dari nenek moyang yang sama.
b.      Pendidik, Peserta didik, dan masyarakat.
Konsep bani adam mencakup perlindungan terhadap hak dan keadilan pendidikan, agar tidak adanya diskriminasi terhadap manusia lain yang sebabkan oleh perbedaan latarbelakang yang disandangnya. Konsep bani adam merupakan konsep muatan nilai- nilai humasnistik yang pada dasarnya merupakan fitrah manusia dalam membentuk kehidupan  masyarakat harmonis dan menghargai hak asasi.
Untuk itu konsep bani adam digunakan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap manusia yang memiliki perbedaan – perbedaan. Selain itu konsep bani adam dalam pendidikan menjadi dasar atas konsep persamaan hak mendapatkan pendidikan, dan sebagai penopang humanisasi manusia seutuhnya.






Kesimpulan
Definisi manusia yang diambil  dari pemikiran barat, ditinjau dari beberapa segi seperti manusia dari segi biologis yaitu manusia ( spesies mamalia) yang mempunyai kemampuan otak yang tinggi. dari Segi kerohanian, manusia merupakan makhluk yang mempunyai ktergantungan terhadap tuhan dan mempunyai kekuatan spiritual terhadap tuhan. Dari segi antropologi kebudayaan, manusia mempunyai keberagaman bahasa, pola pikir dan jiwa sosial sehingga mampu membangun komunitas kemajemukan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan ilmu teknologi. ,
Dari pemikiran barat, penulis mengkritisi bahwa pandangan mereka tehadap manusia terlalu sempit sehingga terlihat dan mencerminkan materialisme yang menganggap manusia sebagai makhluk materi yang dapat dibentuk dan menafikkan keberadaan sang Pencipta.
Sedangkan dalam Islam Definisi Manusia telah dijelaskan dalam Al-Qur’an secara mendetail . Manusia adalah Makhluk yang diciptakan oleh Allah dari percampuran Air mani, Yang kejadiannya secara sistemik dan berjalan secara dinamis yang berlangsung dalam periodik tertentu, Kejadian tersebut ditopang oleh ruh Sehingga berwujud sempurna dengan kemampuan mendengar, melihat, merasakan sesuatu ( hati). Berfikir.
Adapun Istilah Manusia dalam Al-Qur’an terdapat 4 istilah didalamnya, dimana masing – masing istilah memiliki perbedaaan makna secara khusus. Dan setiap istilah tersebut dapat di implikasikan dalam dunia pendidikan
1.      Manusia Sebagai Al- Insan
Makna Al- Insan mengandung petunjuk adanya kaitan subtansial antara manusia dengan kemampuan penalarannya. Artinya bahwa manusia adalah makhluk yang berfikir logis, mampu menentukan pilihan baik buruknya terhadap dirinya, sehingga mendorongnya untuk kreatif dan inovatif dalam keberlangsungan hidupnya.
Dalam kaitannya tersebut, manusia yang mempunya tingkat intelektual yang tinggi dapat di implikasikan dalam pendidikan . dimana manusia merupaka objek dan subjek dari pendidikan itu sendiri. Sehingga dapat tercipta Pendidik, Peserta didik yang berkualitas.
Selain itu berangkat dari Potensi yang dimiliki manusia, dapat dijadikan tujua Pendidikan yang mengasah segi spiritual maupun jasmaniahnya, sehingga mampu menjadi insan yang kamil.
Selantunya mengenai materi Pendidikan dapat di mengerti dari ayat ayat mengenai Manusia di dalm Al-Qur’an, tujuannya menjadikan pedoman/ tuntunan hidupnya sesuai dengan aturan Al- Qur’an.
2.      Manusia Sebagai An- Naas
Dalam konsep manusia Sebagai An- naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Tentunya sebagai makhluk sosial, manusia harus mengutamakan kebersamaan dan keharmonisan dalam bermasyarakat. Karena manusia tak dapat hidup sendirian. Pemahaman secara umum dari keterangan ayat – ayat yang membicarakan manusia dengan ungkapan An- Nas dapat berimplikasi kepada pendidikan diantaranya:
a.     Konsep guru, orang tua, dan masyarakat
b.    Peserta didik
c.     Situasi dan metode pendidikan.
3.      Manusia Sebagai Al- Basyar
 Manusia dalam konsep Al- Basyar mempunyai makna makhluk biologis yang terdiri dari unsur materi ( jasmaniah). Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah kaidah prinsip kehidupan biologis seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan dan kedewasaan. Dorongan biologis tersebut diantaranya: makan, minum, seksual, pertahanan diri, percaya diri dll.
Jadi manusia dilihat dari konsep basyar, merupakan makhluk berfisik dan mempunyai sisi psikis. Atau dengan kata lain makhluk yang terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Dalam rangka mengembangkan sektor jasmani dan rohani pada manusia, dibutuhkanlah bimbingan, pengajaran dan pendidikan kepada setiap manusia. Sehingga ia mampu menyeimbangankan potensi diri, mampu mengendalikan emosi, dan dapat meningkatkan kesehatan jasmaniyahnya.
Dalam hal ini dapat dilihat implikasi istilah Al- basyar terhadap pendidikan diantaranya, pertama aspek Fisik dan Psikisnya, kedua akan menunjang keseimbangan materi / kurikulum dalam pendidikan.
4.      Manusia Sebagai Bani Adam
Konsep Manusia dalam  istilah bani adam adalah sebuah usaha pemersatu, tidak adanya perbedaan antar sesama manusia, yang mengacu pada nilai penghormatan menjunjung tinggi nilai- nilai kemanusiaan serta mengedepankan Hak Asasi Manusia.
Jika dilihat dari sisi pendidikan, maka manusia sebagai bani adam harus mempunyai nilai persaudaraan sejati.  Konsep ini dapat berimplikasi terhadap Kurikulum pendidikan yang harus mengedepankan keadilan  dan kesamaan derajat, tanpa adnya diskriminasi pendidikan, baik dilakukan oleh pendidik, peserta didik maupun masyarakat secara luas.








[1] http;// id. Wikipedia.org/..wiki./
[2] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam : Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006)hlm 8-4
[3] Rif’at Syauqi Nawawi, Konsep Manusia Menurut Al-Qur’an dalam Metodelogi Psikologi Islam, Ed Rendra ( jogjakarta: Pustaka pelajar, 2000) hlm 5
[4] Dikutip dari Buku Konsep Manusia dalam Al-Qur’an,: M Khoir Al Khusyairi, MA. (pekanbaru: Betua design. 2012). Hlm 31
[5] Aisyah Bintu Syati, Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an, ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999) hlm 7-8
[6] Muhmidyelli, Moralitas Kependidikan : Suatu telaah filsafat pendidikan islam tentang arah bangun pendidikan islam dalam jurnal keislaman Al- Fikra,( Pekanbaru: Pps Uin Suska Press, 2006), hl 4
[7] Umay M. Dja’far Shidiq, Manusia dalam Perspektif Al- Qur’an ( Al- Ghuraba, Cet I, 2006)hlm 1-2
[8] Muhammad Fu’ad Abdu Baqi’, Al –Mu’jam Al Mafahras li Alfazh Al-Qur’an Al- Kariim. Hal 895-899.
[9] Syekh fadhullullah Haery, Cahaya Al- Qur’an. Terj Burhan Wirasubrata, ( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001) hal 340
[10] Muhammad Fu’ad Abdu Baqi’, Al –Mu’jam Al Mafahras li Alfazh Al-Qur’an Al- Kariim. Hal 153-154
[11] M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur’an Tafsir Maudhu’i atas berbagai persoalan Umat. ( Bandung : Mizan, 1998) hlm 277

0 komentar:

Posting Komentar