Konsep
Manusia dalam Al- Qur’an
Oleh Andika Yulianto
Sebelum
membahas secara terperinci tentang konsep manusia dalam Al- qur’an, penulis
ingin mengungkapkan definisi manusia secara komperhensif. Dalam wikipedia[1],
definisi manusia dilihat dari segi biologis, rohani, antropologi kebudayaan
atau secara campuran.
·
Segi biologis
Manusia adalah sebuah makhluk dengan spesies prima dari golongan mamalia yang
dilengkapi oleh otak berkemampuan tinggi.
·
Segi kerohanian,
manusia merupakan makhluk yang mempunyai ktergantungan terhadap tuhan dan
mempunyai kekuatan spiritual terhadap tuhan.
·
Dari segi
antropologi kebudayaan, manusia mempunyai keberagaman bahasa, pola pikir dan
jiwa sosial sehingga mampu membangun komunitas kemajemukan bermasyarakat sesuai
dengan perkembangan pengetahuan dan ilmu teknologi.
Secara
garis besar definisi diatas, penulis mengkritisi bahwa pandangan mereka tehadap
manusia terlalu sempit sehingga terlihat dan mencerminkan materialisme yang
menganggap manusia sebagai makhluk materi yang dapat dibentuk dan menafikkan
keberadaan sang Pencipta.
Dikutip
dari buku Ahmad Tafsir[2],
dimana Socrates ( 469 – 399 SM) menyatakan bahwa hakikat manusia adalah makhluk
yang ingin tahu dan membutuhkan orang lain untuk membantunya keluar dari
ketidaktahuanya. Pemikiran ini dilanjutkan oleh muridnya Plato (w. 347 SM) ,
dimana dalam pandangannya manusia terbagi menjadi 3 unsur ; Pertama, Manusia
yang didominasi oleh rasio ( akal ) yang mempunyai hasrat utamanya adalah
meraih ilmu pengetahuan. Kedua, manusia yang didominasi ruh yang mempunyai
hasrat meraih prestasi. Ketiga, manusia yang didominasi nafsu yang mempunyai
hasrat utamanya kepada hal materi. Sehingga peran rasio hal ini mengontrol
kerja roh dan nafsu.
Dalam
kajian keislaman eksistensi manusia bertolak belakang dengan penafsiran orang
barat. Oleh sebab itu untuk memahami eksistensi manusia, akal manusia dibimbing
dan dituntun oleh otoritas wahyu : yaitu Al-qur’an dan hadist Rasulullah Saw.
Dimana firman Allah :
................diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). ( QS . Al Baqoroh 185)
Dan
dilain surat
.... dan Kami turunkan kepadamu Al kitab
(Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS : An- Nahl :
89).
Definisi
manusia menurut al-Qur’an adalah mahkluk yang diciptakan dari pencampuran
setetes air mani,
.........وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً
وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari setetes mani yang bercampur........ ( QS: Al Insan : 2)
Yang
kejadiannya secara sistemik dan berjalan secara dinamis yang berlangsung dalam
periodik tertentu,:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا
الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً
فِي قَرَارٍ مَكِينٍ
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ
عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا
فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ
اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13. kemudian Kami jadikan saripati
itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.( QS; Al- Mulminuun :
12-14).
Kejadian
tersebut ditopang oleh ruh Sehingga berwujud sempurna dengan kemampuan
mendengar, melihat, merasakan sesuatu ( hati). Berfikir.
“ kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan
ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.( QS; Al Sajadah:
9)
Penjelasan hadist tentang proses terjadinya manusia
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ
حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ فِي بَطْنِ
أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ
مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا بِأَرْبَعِ
كَلِمَاتٍ فَيُكْتَبُ عَمَلُهُ وَأَجَلُهُ وَرِزْقُهُ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ
ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ فَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ
عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ
وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ
بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ
بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُ النَّارَ
(BUKHARI - 3085) :
Telah bercerita kepada kami 'Umar bin Hafsh telah bercerita kepada kami bapakku
telah bercerita kepada kami Al A'masy telah bercerita kepada kami Zaid bin Wahb
telah bercerita kepada kami 'Abdullah telah bercerita kepada kami Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dab dialah orang yang jujur dan berita yang dibawanya adalah
benar: ""Setiap orang dari kalian telah dikumpulkan dalam
penciptaannya ketika berada di dalam perut ibunya selama empat puluh hari
kemudian menjadi 'alaqah (zigot) selama itu pula kemudian menjadi mudlghah
(segumpal daging) selama itu pula kemudian Allah mengirim malaikat yang
diperintahkan dengan empat ketetapan (dan dikatakan kepadanya), tulislah
amalnya, rezekinya, ajalnya dan sengsara dan bahagianya lalu ditiupkan ruh
kepadanya. Dan sungguh seseorang akan ada yang beramal dengan amal-amal
penghuni neraka hingga tak ada jarak antara dirinya dengan neraka kecuali
sejengkal saja lalu dia didahului oleh catatan (ketetapan taqdirnya) hingga dia
beramal dengan amalan penghuni surga kemudian masuk surga, dan ada juga
seseorang yang beramal dengan amal-amal penghuni surga hingga tak ada jarak
antara dirinya dengan surga kecuali sejengkal saja, lalu dia didahului oleh
catatan (ketetapan taqdirnya) hingga dia beramal dengan amalan penghuni neraka
lalu dia masuk neraka".
Adapun
konsep manusia dalam al- Qur’an mempunyai
empat istilah yang digunakan untuk memaknai manusia,yaitu insan, An- Nas, basyar dan bani adam atau
dzuriyati Adam. Seperti halnya yang
diungkapkan oleh Rif’at Syauqi Nawawi[3], menyatakan istilah manusia secara mendasar yang diungkapkan dalam Al-
qur’an terdapat empat kata seperti Insan,
An-Nas, Basyar dan kata bani Adam ( dzuriyati Adam).
Meskipun
setiap istilah tersebut menunjukkan arti pada manusia, namun secara spesifik
istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
1. Penamaan Manusia dengan Al- Insan.
Al-
insan dinyatakan dalam al Qur’an sebanyak 73 kali yang
tersebar dalam 43 surat[4].
Secara etimologi, al –Insan dapat di artikan harmonis, lemah lembut,
tampak, atau pelupa. Kata insan digunakan Al- Qur’an untuk menusia
dengan seluruh totalitas, jiwa dan raga. Perbedaan manusia terletak pada fisik,
mental dan kecerdasannya. Menurut aisyah bintu syati, kata Insan yang
terdapat dalam al- qur’an menunjukan ketinggian derajat manusia yang membuatnya
layak sebagai khalifatu fil Ardh:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً.
ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi." ...... (QS: al Baqarah : 30)
Ayat diatas
menunjukan bahwa manusia mampu memikul beban berat dan aktif ( tugas keagamaan
) dan amanah dalam kehidupannya. Hanya manusialah yang dibekali ilmu ( memiliki
pengetahuan ), al Bayan ( pandai berbicara ), al- ‘aql ( mampu
berfikir), at- tamyiz ( mampu menerapkan dan mengambil keputusan ) sehingga siap menghadapi ujian, memilih yang
baik, mengatasi kesesatan dan berbagai persoalan hidup yan mengakibatkan
kedudukan dan derajatnya lebih dari derajat dan martabat berbagai organisme dan
makhluk- makhluk lainnya. Selain itu kata insan berasal dari kata nasiya
yang mengandung arti melalaikan sesuatu( lupa) dan meninggalkan sesuatu. Jadi
manusia juga dapat diartikan makhluk yang bisa kehilangan kesadaran terhadap
sesuatu( lupa).[5]
Dalam
jurnal ilmiah keislamannya Muhmidayeli[6]
menyebutkan bahwa manusia tempatnya lupa, dimana manusia seringkali lalai,
lengah dan kehilangan kesadaran terhadap sesuatu. Oleh sebab itu, diperlukan
fungsionalitas akal dan hati yang terus di optimalisasi, dibina, dididik, dan dipelihara
sehingga kealpaan dan kecerobahan dalam berbagai tingkah laku dalam kehidupan
dapat teratasi. Kelupaan manusia menurut Umay M. Dja’far Shadiq adalah kelupaan
terhadap perjanjiannya dahulu mentauhidkan Allah SWT ketika dialam arwah[7] :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ
بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
"dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab:
"Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya
Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan)",( Qs: Al- A’raf: 172)
2.
Penamaan
Manusia dengan An- Nas
Kata
an- Nas dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 241 kali dan tersebar dalam 53
surat. Kata an-nas berasal dari kata An- naus yang berarti gerak, dan
unas berarti nampak. [8]Kata
An- nas yang menunjukan arti jenis manusia dalam surat Al- Hujurat :13
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Syekh
fadhlullah Haery menyebutkan kata An- nas berakar dari kata anisa yang berarti
dikenal, peramah, akrab, yang menunjukkan sifat dasar manusia yang suka
berteman dan mencari persahabatan[9].
Sedangkan
menurut Al-Raghib Al ishfahany, kata An- nas lebih cenderung menunjukan
pada eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan sosial, secara keseluruhan
tanpa melihat status keimanan dan kekafirannya.
Kata an- nas juga dipakai al- qur,an untuk menyatakan adanya
sekelompok orang atau masyarakat yang mempuyai berbagai aktifitas untuk
mengembangkan kehidupannya. Al-Ahqaf : 6
وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ
كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ
“dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya
sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan
mereka.
Konsep Manusia sebagai istilah An- nas dalam
Al-Qur,an telah tampak menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Pemahaman ini mungkin sudah tidak lagi asing bagi kita seperti ungkapan Al-
Insan madaniyy bil-al-thab’, dengan kata lain civil society. Tetapi dalam
hal ini Allah telah mengingatkan kepada kita, bahwa pencapaian kebahagiaan
tidak hanya berhubungan dengan tuhan,tetapi haruslah diimbangi dengan
keharmonisan hubungan antar sesama manusia dan makhluk lain di bumi ini. Sebagaimana
firman Allah surat Ali Imron : 112
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ
“mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali
jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan
manusia.”
Dalam
pengertian lain Manusia juga dapat dikatakan makhluk ynag Bertuhan ( memiliki
kecenderungan berTuhan ). Sebagaimana Firman Allah Surat Ar- Ruum : 30
“; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu.
“ Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia
diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada
manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak
beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
3. Penamaan Manusia dengan Istilah Al Basyar
Dalam
Al- Qur’an istlah Al-Basyar diulang sebanyak 37 kali dan tersebar dalam
26 surat[10].
Adapun kata basyar berasal dari huruf Ba, syin, ra’ yang bermakna pokok “
sesuatu dengan baik dan indah.
“ini tidak lain hanyalah Perkataan
manusia". ( Al- Mudatsir: 25)
Dari
makna ini terbentuk kata kerja basyara dengan arti bergembira, menggembirakan,
dan menguliti, dan bisa berarti memperhatikan dan mengurusi sesuatu.
Pendapat
para pakar tafsir tentang kata basyara
a. Al
Raghib Al-Isfahani menyatakan kata basyar merupakan jamak dari basyarat ( kulit
). Artinya manusia mempunyai kulit yang nampak berbeda dengan dengan kulit
hewan lainnya. Jadi, penamaan manusia
dengan basyarat yang berarti kulit maka menunjukan makna bahwa manusia secara
biologis didominasi oleh kulit ketimbang rambut atau bulunya.
b. M.
Quraish Shihab[11],
menurutnya makna basyara mengandunga arti menampakkan sesuatu dengan baik dan
indah. Dan beliau mengungkapkan bahwa penampakan yang indah itu didahului oleh
kulit atau fisik luarnya.
c. Aisyah
‘abdu Rahman Bint As-Syati, menurut beliau makna basyar mengandung maksud anak
adam yang mempunyai kemampuan makan, minum, berjalan, bertemu, dan gembira.
Dengan demikian kata basyar selalu mengacu pad aspek lahiriah ( fisik nya).
Dari
beberapa gagasan yang ditafsirkan oleh para ahli, menyimpulkan manusia dalam
konsep Al- Basyar mempunyai makna makhluk biologis yang terdiri dari
unsur materi ( jasmaniah). Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada
kaidah kaidah prinsip kehidupan biologis seperti berkembang biak, mengalami
fase pertumbuhan dan perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan dan
kedewasaan. Dorongan biologis tersebut diantaranya: makan, minum, seksual,
pertahanan diri, percaya diri dll.
Jadi
manusia dilihat dari konsep basyar, merupakan makhluk berfisik dan mempunyai
sisi psikis. Atau dengan kata lain makhluk yang terdiri dari unsur jasmani dan
rohani. Dalam rangka mengembangkan sektor jasmani dan rohani pada manusia,
dibutuhkanlah bimbingan, pengajaran dan pendidikan kepada setiap manusia.
Sehingga ia mampu menyeimbangankan potensi diri, mampu mengendalikan emosi, dan
dapat meningkatkan kesehatan jasmaniyahnya.
Dalam
hal ini dapat dilihat implikasi istilah Al- basyar terhadap pendidikan
diantaranya, pertama aspek Fisik dan Psikisnya, kedua akan menunjang
keseimbangan materi / kurikulum dalam pendidikan.
4. Penamaan Manusia dengan Istilah Bani Adam
Istilah
lain yang menunjukan arti manusi di dalam Al- Qur’an adalah bani Adam, istilah
ini terdapat 7 tempat slah satunya pada surat Isra’ : 70
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي
آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ
الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
“ dan Sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka
rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Dalam
Al-qur’an mengemukakan bahwa manusia pertama diciptakan Allah adalah adam,
sedangkan keturunannya disebut dengan bani adam ( anak keturunan adam) atau dzuriyat
adam. Makna bani adam bermakna
sesuatu yang lahir dari sesuatu yang lain.
Sedangkan makna dzuriyat adam bermakna kehalusan dan tersebar.
Dikaitkannya kedua kata tersebut kepada nabi adam memberi kesan adanya
kesejarahan dalam konsep manusiayang berasal dari satu asal. Selain itu
menunjukkan kesedarahan bagi seluruh umat manusia.
Mengacu
kepada latar belakang sejarah penciptaannya tampak manusia selaku bani adam,
memang termasuk makhluk yang dapat berbuat salah. Dan manusia memiliki peluang
untuk digoda oleh syaitan. Oleh sebab itu manusia selalu diperingatkan oleh
Allah agar selalu berhati – hati terhadap godaan setan. Peranan manusia selaku
bani adam mengacu kepada, bagaimana upaya manusia dalam menjaga kemuliaan
dirinya, serta memanfaaatkan rejeki pemberian Allah Swt sesuai dengan
ketentuanNYa.
Implikasi Konsep Manusia Dalam Perspektif Al-
Qur’an terhadap Pendidikan
1. Implikasi Al- Insan Dalam Pendidikan
Implikasi
Al- insan dalam pendidikan adalah manusia mempunyai potensi diri dan
intelektual dalam mngemban tugas dan
tanggungjawab dalam menjaga keharmonisan dan keselarasan bumi ini. Untuk itu
dalam mengembangkan potensi yang dimiliki manusia maka dibutuhkanlah orang lain
( seorang pendidik ) yang mampu membimbing, mengarahkan kepada hakikat manusia
yang sesungguhnya. Dengan demikian telihat adanya hubungan timbal balik yang
dimanis antara pendidik dan peserta
didik dalm proses pendidikan yang memiliki tujuan.
Adapun
tujuan pendidikan haruslah selaras
dengan potensi diri dan intelektualitas manusia tersebut dalam rangka
memulihkan kealpaannya terhadap tujuan kehidupannya yang hakiki( Allah Swt),
sehingga mampu menjadi insan kamil. Dari tujuan tersebut timbulah suatu materi/
kurikulum pendidikan yang menopangnya. Mengenai materi/ kurikulum pendidikan haruslah berisi bahan- bahan pelajaran
yang menumbuhkan, membina, mengarahkan, serta mengembangkan potensi jasmaniyah
dan rohaniah secara adil dan seimbang, sehingga julukan manusia sebagai insan
tamyiz yaitu mampu mengambil keputusan dalam menghadapi ujian kehidupan didunia.
2. Implikasi An- Naas Dalam Pendidikan
Pemahaman
secara umum dari keterangan ayat – ayat yang membicarakan manusia dengan
ungkapan An- Nas dapat berimplikasi kepada pendidikan diantaranya:
a. Konsep guru, orang tua, dan masyarakat
Hubungan kerjasama
antara guru dengan orangtua harus dilakukan dengan baik sehingga dapat melihat
perkembangan anak sebagai peserta didik. Demikian juga masyarakat sebagai agent
of control diharapkan juga ikut andil dalam membangun komunikasi yang baik dan
saling memberikan input yang positif, sehingga terciptalah perkembangan
generasi yang berkarakter akhlakul karimah.
b. Peserta Didik
Konsep peserta didik
dipahami tidak saja sebagai objek saran pendidikan, melainkan juga harus
diperlakukan sebagai subjek pendidikan. hal ini tercermin dalam proses belajar
mengajar yang diarahkan kepada problem soulving ( pemecahan Masalah), yang mana
diharapkan peserta didik selain sebagai makhluk spiritual, ia mampu
mengaplikasikan spiritualitasnya dalam diri peserta didik sehingga mampu
menghadapi ujian kehidupan dan mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya.
c. Situasi dan metode pendidikan
Dengan pemahaman
terhadap manusia berdasarkan konsep an- nas, dapat pula dirumuskan mengenai
situasi dan metode pendidikan, yakni bahwa situasi atau keadaan yang
menyenangkan juga menjadi komponen yang penting seperti penciptaan lingkungan
yang representatif, suasana belajar yang aman dll.
Demikian pula dengan
metode pendidikan yang diharapkan sesuai dengan kecenderungan manusia seperti :
meniru, mendengarkan cerita, berdiskusi, tanya jawab, membaca,
menulis,musyawarah, dll. Dengan hal tersebut mampu memberikan teladan yang baik
kepada peserta didik.
3. Implikasi Al-Basyar Dalam Pendidikan
a. Jasmani ( Fisik) dan Rohani ( jiwa)
Keberhasilan nilai
nilai pendidikan tak lepas dari kesehatan jasmani, sebab didalam sehatnya
jasmani akan mempengaruhi jiwa( rohaninya) untuk itu pendidikan haruslah
menanamkan keseimbangan antara tujuan pendidikan secara jasmani dan rohani.
b. Kurikulum.
Demikian juga termasuk
dalam kurikulum pendidikan, merupakan komponen terpenting yang tidak boleh
ketinggalan. Kurikulum merupakan akse menyinergikan tujuan pendidikan.
4. Implikasi Al-Basyar Dalam Pendidikan
Implikasi istilah bani adam terhadap pendidikan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.
Kurikulum
Kurikulum
hendaklah berisikan bahwa manusia sebagai bani adam adalah manusia yang
memiliki fungsi persamaan kesedarahan dan persaudaran kemanusiaan. Muatan
kurikulum haruslah menitikberatkan pada upaya pembinaan hubungan persaudaraan
antar sesama manusia. Dengan demikian, apapun latar belakang sosio kultural,
agama, bangsa, bahasanya, harus dihargai dan dimuliakan. Karena dalam tatanan
ini manusia seakan akan berstatus sebagai keluarga yang bersaudara yang berasal
dari nenek moyang yang sama.
b.
Pendidik, Peserta didik, dan masyarakat.
Konsep
bani adam mencakup perlindungan terhadap hak dan keadilan pendidikan, agar
tidak adanya diskriminasi terhadap manusia lain yang sebabkan oleh perbedaan
latarbelakang yang disandangnya. Konsep bani adam merupakan konsep muatan
nilai- nilai humasnistik yang pada dasarnya merupakan fitrah manusia dalam
membentuk kehidupan masyarakat harmonis
dan menghargai hak asasi.
Untuk itu konsep
bani adam digunakan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap manusia yang
memiliki perbedaan – perbedaan. Selain itu konsep bani adam dalam pendidikan
menjadi dasar atas konsep persamaan hak mendapatkan pendidikan, dan sebagai
penopang humanisasi manusia seutuhnya.
Kesimpulan
Definisi
manusia yang diambil dari pemikiran
barat, ditinjau dari beberapa segi seperti manusia dari segi biologis yaitu
manusia ( spesies mamalia) yang mempunyai kemampuan otak yang tinggi. dari Segi
kerohanian, manusia merupakan makhluk yang mempunyai ktergantungan terhadap
tuhan dan mempunyai kekuatan spiritual terhadap tuhan. Dari segi antropologi
kebudayaan, manusia mempunyai keberagaman bahasa, pola pikir dan jiwa sosial
sehingga mampu membangun komunitas kemajemukan bermasyarakat sesuai dengan
perkembangan pengetahuan dan ilmu teknologi. ,
Dari
pemikiran barat, penulis mengkritisi bahwa pandangan mereka tehadap manusia
terlalu sempit sehingga terlihat dan mencerminkan materialisme yang menganggap
manusia sebagai makhluk materi yang dapat dibentuk dan menafikkan keberadaan
sang Pencipta.
Sedangkan
dalam Islam Definisi Manusia telah dijelaskan dalam Al-Qur’an secara mendetail
. Manusia adalah Makhluk yang diciptakan oleh Allah dari percampuran Air mani, Yang
kejadiannya secara sistemik dan berjalan secara dinamis yang berlangsung dalam
periodik tertentu, Kejadian tersebut ditopang oleh ruh Sehingga berwujud
sempurna dengan kemampuan mendengar, melihat, merasakan sesuatu ( hati).
Berfikir.
Adapun
Istilah Manusia dalam Al-Qur’an terdapat 4 istilah didalamnya, dimana masing –
masing istilah memiliki perbedaaan makna secara khusus. Dan setiap istilah
tersebut dapat di implikasikan dalam dunia pendidikan
1. Manusia Sebagai Al- Insan
Makna Al- Insan
mengandung petunjuk adanya kaitan subtansial antara manusia dengan kemampuan
penalarannya. Artinya bahwa manusia adalah makhluk yang berfikir logis, mampu
menentukan pilihan baik buruknya terhadap dirinya, sehingga mendorongnya untuk
kreatif dan inovatif dalam keberlangsungan hidupnya.
Dalam kaitannya
tersebut, manusia yang mempunya tingkat intelektual yang tinggi dapat di
implikasikan dalam pendidikan . dimana manusia merupaka objek dan subjek dari
pendidikan itu sendiri. Sehingga dapat tercipta Pendidik, Peserta didik yang
berkualitas.
Selain itu berangkat
dari Potensi yang dimiliki manusia, dapat dijadikan tujua Pendidikan yang
mengasah segi spiritual maupun jasmaniahnya, sehingga mampu menjadi insan yang
kamil.
Selantunya mengenai
materi Pendidikan dapat di mengerti dari ayat ayat mengenai Manusia di dalm
Al-Qur’an, tujuannya menjadikan pedoman/ tuntunan hidupnya sesuai dengan aturan
Al- Qur’an.
2. Manusia Sebagai An- Naas
Dalam konsep manusia
Sebagai An- naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk
sosial. Tentunya sebagai makhluk sosial, manusia harus mengutamakan kebersamaan
dan keharmonisan dalam bermasyarakat. Karena manusia tak dapat hidup sendirian.
Pemahaman secara umum dari keterangan ayat – ayat yang membicarakan manusia
dengan ungkapan An- Nas dapat berimplikasi kepada pendidikan diantaranya:
a. Konsep
guru, orang tua, dan masyarakat
b. Peserta
didik
c. Situasi
dan metode pendidikan.
3. Manusia Sebagai Al- Basyar
Manusia dalam konsep Al- Basyar
mempunyai makna makhluk biologis yang terdiri dari unsur materi ( jasmaniah).
Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah kaidah prinsip
kehidupan biologis seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan
perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan dan kedewasaan. Dorongan
biologis tersebut diantaranya: makan, minum, seksual, pertahanan diri, percaya
diri dll.
Jadi
manusia dilihat dari konsep basyar, merupakan makhluk berfisik dan mempunyai
sisi psikis. Atau dengan kata lain makhluk yang terdiri dari unsur jasmani dan
rohani. Dalam rangka mengembangkan sektor jasmani dan rohani pada manusia,
dibutuhkanlah bimbingan, pengajaran dan pendidikan kepada setiap manusia.
Sehingga ia mampu menyeimbangankan potensi diri, mampu mengendalikan emosi, dan
dapat meningkatkan kesehatan jasmaniyahnya.
Dalam
hal ini dapat dilihat implikasi istilah Al- basyar terhadap pendidikan
diantaranya, pertama aspek Fisik dan Psikisnya, kedua akan menunjang
keseimbangan materi / kurikulum dalam pendidikan.
4. Manusia Sebagai Bani Adam
Konsep Manusia dalam istilah bani adam adalah sebuah usaha
pemersatu, tidak adanya perbedaan antar sesama manusia, yang mengacu pada nilai
penghormatan menjunjung tinggi nilai- nilai kemanusiaan serta mengedepankan Hak
Asasi Manusia.
Jika dilihat dari sisi
pendidikan, maka manusia sebagai bani adam harus mempunyai nilai persaudaraan
sejati. Konsep ini dapat berimplikasi
terhadap Kurikulum pendidikan yang harus mengedepankan keadilan dan kesamaan derajat, tanpa adnya
diskriminasi pendidikan, baik dilakukan oleh pendidik, peserta didik maupun
masyarakat secara luas.
[1] http;//
id. Wikipedia.org/..wiki./
[2] Ahmad
Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam : Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu
Memanusiakan Manusia, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006)hlm 8-4
[3] Rif’at
Syauqi Nawawi, Konsep Manusia Menurut Al-Qur’an dalam Metodelogi Psikologi
Islam, Ed Rendra ( jogjakarta: Pustaka pelajar, 2000) hlm 5
[4]
Dikutip dari Buku Konsep Manusia dalam Al-Qur’an,: M Khoir Al Khusyairi, MA. (pekanbaru:
Betua design. 2012). Hlm 31
[5]
Aisyah Bintu Syati, Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an, ( Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1999) hlm 7-8
[6]
Muhmidyelli, Moralitas Kependidikan : Suatu telaah filsafat pendidikan islam
tentang arah bangun pendidikan islam dalam jurnal keislaman Al- Fikra,(
Pekanbaru: Pps Uin Suska Press, 2006), hl 4
[7] Umay M.
Dja’far Shidiq, Manusia dalam Perspektif Al- Qur’an ( Al- Ghuraba, Cet
I, 2006)hlm 1-2
[8] Muhammad
Fu’ad Abdu Baqi’, Al –Mu’jam Al Mafahras li Alfazh Al-Qur’an Al- Kariim. Hal
895-899.
[9] Syekh
fadhullullah Haery, Cahaya Al- Qur’an. Terj Burhan Wirasubrata, (
Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001) hal 340
[10]
Muhammad Fu’ad Abdu Baqi’, Al –Mu’jam Al Mafahras li Alfazh Al-Qur’an Al-
Kariim. Hal 153-154
[11] M.
Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur’an Tafsir Maudhu’i atas berbagai persoalan
Umat. ( Bandung : Mizan, 1998) hlm 277
0 komentar:
Posting Komentar