SEJARAH PERADABAN ISLAM
“ TIGA POLA PEMBENTUKAN BUDAYA YANG
TERLIHAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN NEGARA ACEH, SULAWESI SELATAN, DAN JAWA”
Disusun
oleh : Andika Yulianto
NPM : 122410083
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM RIAU
TAHUN AJARAN 2012/2013
Kata Pengantar
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang
telah memberikan Rahmat, Taufik serta karuniaNya kepada penulis, sehingga
sampai detik ini penulis masih diberi kesempatan beribadah kepadaNya dan dapat
menyelesaikan tugas Sejarah Peradaban Islam dengan mengambil judul makalah “TIGA POLA PEMBENTUKAN BUDAYA YANG TERLIHAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN
NEGARA; ACEH,SULAWESI SELATAN, DAN JAWA.”
Dalam makalah ini terurai berbagai macam pola yang dapat membentuk
budaya sehingga terbentuknya suatu negara Aceh, Sulsel, dan Jawa. Dengan
harapan dapat mencerminkan inpirasi kepada kita pembaca, metode- metode dakwah
dalam menyebarkan Agama Islam.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-
sahabat saya serta dosen Sejarah Peradapan Islam di Fakultas Agama Islam
Universitas Islam Riau yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah
ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
wawasan yang lebih luas bagi para mahasiswa, mahasiswi, umum dan khususnya pada
diri penulis sendiri serta semua para pembaca makalah ini. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang dapat
membangun kesempurnaan makalah ini.
Sekian terima kasih
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Menjelaskan wajah kebudayaan Islam dibelahan bumi ini, maka akan
muncul format kebudayaan Islam yang sangat beragam. Salah satunya adalah
kebudayaan islam nusantara. Penyebaran Islam yang lebih menggunakan jalur
Kultural, damai dan anti kekerasan telah memberi warna dikemudian hari terhadap
format kebudayaan Islam di Nusantara ini, yang selanjutnya menjadi pola tradisi
dan perilaku bagi kehidupan sosial budaya masyarakat nusantara. Akan tetapi,
derasnya arus globalisasi yang ditandai oleh dominasi pasar, media dan modal
belakangan ini tidak bisa dipungkiri memberikan dampak terhadap pola kebudayaan
Islam Nusantara ketika awal masuk Islam, kini sekarang mengalami
perubahan-perubahan tertentu.
Pada taraf permulaan, islamisasi yang masuk ke indonesia melalui
jalur perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan datang pada abad ke 7
hingga 16 M. Kebanyakan mereka para pedagang muslim dari Arab, Persia, dan
India. Oleh karena itu, bercampurlah kulture mereka dengan masyarakat pribumi
yang di manfaatkan mereka mendakwahkan ajaran islam di dalam kebudayaan.
Oleh sebab itu, makalah ini berusaha kami buat untuk dapat
mengetahui proses yang dapat membentuk kebudayaan di nusantara. Sehingga
makalah ini kami beri judul “ TIGA POLA PEMBENTUKAN BUDAYA YANG TERLIHAT DALAM
PROSES PEMBENTUKAN NEGARA; ACEH,SULAWESI SELATAN, DAN JAWA.”
2.
RUMUSAN PERMASALAHAN
·
Pola
apa saja yang dapat menimbulkan pembentukan budaya.
·
Bagaimana
pola samudra pasai membentuk kebudayaan islam negara Aceh.
·
Bagaimana
pola sulawesi selatan dapat membentuk kebudayaan islam dalam masyarakat sulawesi.
·
Bagaimana
pola jawa yang dapat membentuk kebudayaan islam di tanah jawa.
Bab II
PEMBAHASAN
Menurut Taufik Abdullah,
berbagai kesaksian sejarah yang lebih kemudian memperlihatkan bahwa berita Ibn
Batutta tentang raja yang dikelilingi ulama itu merupakan awal dari
terbentuknya sebuah tradisi kerajaan maritim Islam di Nusantara. Sejarah
Melayu, yang ditulis pada abad ke-16, juga memberitakan tentang Sultan Malaka
yang senang berdiskusi tentang masalah-masalah agama. Namun, satu hal yang
menarik untuk di catat, kata Taufik Abdullah, bahwa awal masa berdirinya
kerajaan Islam ditandai tidak saja oleh usaha konsolidasi kekuasaan, tetapi
juga, dan bahkan ini yang lebih penting, keterlibatan sang raja dalam
pengembangan ilmu keagamaan serta penyebaran kesadaran kosmopolitanisme
kultural Islam. Tetapi, konversi secara massif penduduk Asia tenggara kepada
Islam (juga Kristen), seperti diungkapkan Anthony Reid, baru bermula pada
sekitar tahun 1400, dan mencapai puncaknya pada 1570-1630, yang disebutnya
sebagai “masa perdagangan”, the age of commerce. Reid menyebut “konversi
massal” (lebih dari seperdua penduduk Asia Tenggara menjadi Islam dan Kristen)
ini sebagai “revolusi keagamaan”, relegious revolution.
Dan dalam rentang waktu
sejak akhir abad ke -13, ketika samudra
pasai berdiri sampai abad ke-17 dan disaat
istana Gowa Tallo resmi menganut Islam, Muncullah 3 pola pembentukan budaya yang memperlihatkan
bentuknya dalam proses pembentukan negara yang telah terjadi, tiga pola itu
adalah :
A.
Pola Samudra Pasai
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh dan merupakan kerajaan Islam pertama
di Indonesia. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kapan berdirinya Kesultanan Samudera Pasai belum bisa dipastikan dengan
tepat dan masih menjadi perdebatan para ahli sejarah. Namun, menurut Uka Tjandrasasmita (Ed) dalam
buku Badri Yatim, menyatakan bahwa
kemunculannya sebagai kerajaan Islam
diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai hasil
dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi
pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan seterusnya. Berdasarkan berita dari Ibnu Batutah, dikatakan bahwa pada tahun 1267 telah
berdiri kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudra
Pasai. Hal ini dibuktikan dengan adanya batu nisan makam Sultan Malik Al Saleh
(1297 M), Raja pertama Samudra Pasai.
Semenjak lahirnya kerajaan samudra pasai telah mengalami perubahan yang
cukup jelas, berawal dari negara segmenter menuju ke negara yang terpusat.
Artinya pada awalnya terbentuknya budaya islam di samudra pasai dimulai dari
masyarakat pedalaman sampai ke masyarakat kerajaan. Sejak awal perkembangannya,
samudra pasai menunjukan banyak pertanda dari pembentukan suatu negara yang
baru. Kerajaan samudra pasai tidak saja harus berhadapan dengan golongan –
golongan yang belum ditundukkan dan diIslamkan dari wilayah pedalaman, tetapi
harus menyelesaikan pertentangan politik serta pertentangan keluarga yang
berkepanjangan. Dalam proses perkembangannya menjadi negara yang terpusat,
samudra pasai juga menjadikan kerajaan/negara itu sebagai pusat pengajaran
Agama. Perkembangan dan masa keemasan sebagai pusat Agama tersebut terus
berkelanjutan walaupun suatu ketika kedudukan perekonomian dan politik semakin
menyusut.
Dengan demikian pola samudra pasai yang menbentuk negara Aceh memilki suatu
kebebasan budaya untuk menformulasikan struktur dan sistem kekuasaan, yang
mencerminkan gambaran tentang dirinya.
B. Pola Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan
pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng,
Wajo dan Sidenreng.
Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan masing-masing.
Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan masing-masing.
Salah satunya adalah
kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga
melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar.
Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih
digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan
Secara geografis daerah
Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di jalur
pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat
persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia bagian Timur maupun
yang berasal dari Indonesia bagian Barat.
Dengan posisi strategis tersebut maka kerajaan Makasar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
Dengan posisi strategis tersebut maka kerajaan Makasar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
Karena sebagai jalur
perdagangan Nusantara, tak jarang dari sebagian pedagang menyebarkan keislaman
dalam kerajaan gowa tallo, sehingga muncul kebudayaan islam dikerajaan tersebut.
Untuk hal itu mereka menyebutkan pola yang diterapkan dalam pembentukan budaya,
yang sering kita kenal dengan pola Sulawesi selatan.
Pola itu adalah pola
islamisasi melalui konversi keraton atau pusat kekuasan. Dalam sejarah Islam di
Asia Tenggara, pola dimulai oleh kerajaan malaka. Proses islamisasi berlangsung
dala suatu struktur negara yang telah memiliki basis legitimasi geneologi.
Konversi agama menunjukkan kemampuan raja. Karena seorang penguasa terhindar
dari penghinaan rakyatnya dalam masalah kenegaraan.
Pola islamisasi melalui
konversi keraton atau pusat kekuasaan seperti itu. Di indonesia terjadi juga di
sulawesi selatan, Maluku dan banjarmasin. Tidak seperti Samudra Pasai,
islamisasi di Gowa- Tallo, Ternate, Banjarmasin dan sebagainya yang mempunyai
pola yang sama, tidak memberi landasan bagi pembentukan negara.
C. Pola Jawa
Di
Jawa tampaknya islam tidak punya kebebasan untuk memformulasikan struktur dan
sistem kekuasaan, sebagaimana di Pasai. Karena Islam sudah harus berhadapan
dengan sistem politik dan kekuasaan yang sudah lama mapan, dengan pusatnya
dipegang oleh keraton Majapahit. Pada abad ke 11 para pedagang muslim baru
mendapat tempat di pusat- pusat politik dan kemudian berkembang memasuki abad
ke 14 .Barulah pada abad ke-14 komunitas pedagang muslim itu menjadi ancaman
yang serius bagi keraton pusat. Ini pun setelah Majapahit melemah, menyusul
konflik internal keluarga kerajaan dan berbagai pemberontakan lokal.
Setelah
keraton pusat mulai tergoyahkan kedudukannya, maka keraton – keraton kecil
mulai bersaing merebutkan kekuasaan/kedudukan dipusat. Tapi pada akhirnya Majapahit
yang kala itu menjadi pusat kerajaan digantikan oleh kerajaan Demak. Sebagai
Kerajaan baru, Demak tidak saja memegang hegemoni politik, tetapi juga menjadi
“jembatan penyeberangan” Islam yang paling penting di Jawa.
Walaupun mencapai keberhasilan politik dengan
cepat. Demak tidak hanya menghadapi masalah legitimasi Politik, tetapi
panggilan kultural untuk konstinuitas. Hal tersebut semakin memperjelas sebab
keraton dipindahkan oleh Joko Tingkir ke Pajang dipedalaman dan semakin jelas
ketika mataram berhasil menggantikan kedudukan Pajang tahun 1588.
Menurut
Taufiq Abdullah, Pola Pertama dan kedua
menujukan cara yang berbeda, suatu kecenderungan kearah pembentukan tradisi
yang bercorak integritas. Islam menjadi bagian intrinsik dari sistem kebudayaan
dan kehidupan pribadi. Islam dipandang sebagai landasan masyarakat budaya dan
kehidupan pribadi. Islam merupakan unsur dominan dalam komunikasi kognitif yang
baru maupun dalam paradigma politik, baik dipakai sebagai pengukuran batas
kewajaran maupun tidak.
Di
kerajaan Aceh Darussallam, dengan raja Sultan Iskandar Muda telah membangun
masjid Baiturrahman dan masjid lain - lainya untuk dijadikan pusat kegiatan
keislaman. Dengan begitu Sultan Iskandar Muda mengkonsolidasikan dirinya
sebagai Serambi Mekkah. Pada masa itu telah dirumuskan juga hukum dan adat
adalah ibarat kuku dan daging.
Di
kerajaan Bone, Kerajaan islam yang paling besar tahun 1610 yaitu kerajaan
Bugis, dengan Rajanya La Maddaremmeng Ke-13 Tahun ( 1631- 1644). Raja tersebut
telah menggabungkan hukum islam kedalam lembaga tradisional Bone, dengan
mencanangkan “ gerakan pembaharuan Keagamaan “.
Dalam
tradisi integrasi ini, tidak semua budaya pra islam otomatis ditinggalkan Sisa
– sisa pra islam masih terdapat dalam kehidupan mayarakat. Tetapi sudah
dijadikan sebagai bagian dari apa yang dianggap dalam tahap perkembangan
sejarah sebagai bagian dunia Islam. Dan makna itu mengalami proses Islamisasi.
Pencarian kearah bentuk ortodoksi yang sesuai adalah salah satu corak dinamika
tradisi integrasi ini.
Sebagaimana
yang telah diterangkan diatas bahwa diJawa terutama Kerajaan demak tidak hanya menghadapi
legitimitas politik, tetapi juga berupa panggilan kultural untuk kontunuitas
yang masih berpegang teguh dengan konsep kekuasaan lama sebagai sesuatu yang
jatuh dari orang yang terpilih. Konsep ini memberi dasar yang sah bagi penguasa
keraton yang baru dan menjadikan idiologi bagi monopoli kekuasaan. Dengan ini
Seorang raja menjadi Sumber kekuasaan dengan gelar Susuhunan . Gelar
tersebut dapat digunakan sebagai Para Pemimpin Agama dan Panatagama: pengatur
dan pelindung Agama. Tradisi jawa ini memperlihatkan wujudnya setelah hegemoni
politik Jawa bergeser dari pesisir pedalaman.
Perpindahan keraton itu
menyebabkan 3 lembaga utama keraton sebagai pusat kekuasaan, pasar, dan
pesantren sebagai pusat keagamaan terpisah. Untuk memantapkan diri sebagai penegang
kekuasaan hegemoni politik, pasar dan pesantren diperangi. Akan tetapi
pesantren tidak lenyap bahkan ia berkembang menjadi saingan keraton. Dalam
proses itu, muncul suatu tipe tradisi tertentu “ tradisi dialog”. Tradisi ini
adalah arena tempat pengertian kontinuitas dan dorongan kearah perubahan sosial
budaya yang harus menemukan lapanga bersama. Dalam perspektif politk. Secara
antropologis, tradisi dialog itu merupakan ranah tempat unsur abangan harus
menghadapi peneteasi terus menerus dari pemikiran yang diajukan oleh unsur
santri. Ada saat antara tradisi pesantren dan tradisi kraton bertengkar, tetapi
ada pula saatnya mereka mesra tugas rja adalah menciptakan keserasian, bukan
menyebarkan agama. Karena itu , kalo Aceh, Sultan membangun masjid, dijawa
membangun masjid Demak oleh Wali songo.
Penutup
A. Kesimpulan
Semenjak abad ke -13, ketika samudra pasai berdiri sampai
abad ke-17 dan disaat istana Gowa Tallo
resmi menganut Islam, Muncullah 3 pola
pembentukan budaya yang memperlihatkan bentuknya dalam proses pembentukan
negara yang telah terjadi, tiga pola itu adalah :
1.
Pola Samudra Pasai
Pada awalnya terbentuknya budaya islam di samudra pasai dimulai dari
masyarakat pedalaman sampai ke masyarakat kerajaan. Dan pada akhirnya samudra
pasai menjadikan kerajaan/ negara tersebut sebagai pusat pengajaran Agama. Hal
tersebut terus saja berkembang dan mencapai keemasannya, walaupun suatu ketika kedudukan perekonomian dan
politik semakin menyusut.
2. Pola Sulawesi Selatan
Pola islamisasi yang disulawesi
selatan melalui konversi keraton atau pusat kekuasan. Dalam sejarah Islam di
Asia Tenggara, pola dimulai oleh kerajaan malaka. Proses islamisasi berlangsung
dalam suatu struktur negara yang telah
memiliki basis legitimasi geneologi. Konversi agama menunjukkan kemampuan raja.
Karena seorang penguasa terhindar dari penghinaan rakyatnya dalam masalah kenegaraan.
3. Pola Jawa
Pola ini muncul ketika
kekuasaan Kerajaan Demak setelah Menggantikan Kerajaan Majapahit. Banyak yang
hal yang harus diterapakan oleh kerajaan demak dalam mengislamkan Rakyat jawa,
karena Kerajaan demak tidak hanya menghadapi legitimitas politik, tetapi
juga berupa panggilan kultural untuk kontunuitas yang masih berpegang teguh
dengan konsep kekuasaan lama sebagai sesuatu yang jatuh dari orang yang
terpilih. Konsep ini memberi dasar yang sah bagi penguasa keraton yang baru dan
menjadikan idiologi bagi monopoli kekuasaan. Dengan ini Seorang raja menjadi
Sumber kekuasaan dengan gelar Susuhunan . Gelar tersebut dapat digunakan
sebagai Para Pemimpin Agama dan Panatagama: pengatur dan pelindung Agama.
Tradisi jawa ini memperlihatkan wujudnya setelah hegemoni politik Jawa bergeser
dari pesisir pedalaman.
Pertanyaan
1.
Sejak
kapan munculnya pola pembentukan budaya dalam proses pembentukan negara ?
2.
Sebutkan
terdapat berapa pola yang memperlihatkan proses pembentukan budaya negara
tersebut?
3.
Jelaskan
secara geografi letak kerajaan samudra pasai.?
4.
Siapakah
Raja Pertama Kerajaan Samudra Pasai?
5.
Bagaimana
Pola pembentukan budaya islam Dalam rangka membentuka negara Aceh?
6.
Sebutkan
Kerajaan terbesar pada tahun 1610 di Bone, dan siapa Rajanya?
7.
Bagaimana
pola islamasasi di Sulawesi Selatan ?
8.
Apa
perbedaan Pola Samudra Pasai dengan Sulawesi Selatan?
9.
Bagaimana
pola yang terdapat di Jawa?
Jawaban
1.
Semenjak abad ke -13
2.
Terdapat
3 Pola, Pola Samudra Pasai, Pola Sulawesi Selatan, Dan Pola Jawa.
3.
Kerajaan
Samudra Pasai terletak di pesisir Timur Laut Aceh.
4.
Sultan Malik Al Saleh
(1297 M
5.
Pada awalnya
terbentuknya budaya islam di samudra pasai dimulai dari masyarakat pedalaman
sampai ke masyarakat kerajaan. Dan pada akhirnya samudra pasai menjadikan kerajaan/
negara tersebut sebagai pusat pengajaran Agama. Hal tersebut terus saja
berkembang dan mencapai keemasannya, walaupun
suatu ketika kedudukan perekonomian dan politik semakin menyusut
6.
kerajaan
Bugis, dengan Rajanya La Maddaremmeng Ke-13 Tahun ( 1631- 1644).
7. Pola islamisasi yang disulawesi selatan melalui konversi keraton atau pusat
kekuasan. Dalam sejarah Islam di Asia Tenggara, pola dimulai oleh kerajaan
malaka. Proses islamisasi berlangsung dalam
suatu struktur negara yang telah memiliki basis legitimasi geneologi.
Konversi agama menunjukkan kemampuan raja. Karena seorang penguasa terhindar
dari penghinaan rakyatnya dalam masalah kenegaraan.
8.
Menurut
Taufiq Abdullah, Pola Pertama dan kedua
menujukan cara yang berbeda, suatu kecenderungan kearah pembentukan tradisi
yang bercorak integritas. Islam menjadi bagian intrinsik dari sistem kebudayaan
dan kehidupan pribadi. Islam dipandang sebagai landasan masyarakat budaya dan
kehidupan pribadi. Islam merupakan unsur dominan dalam komunikasi kognitif yang
baru maupun dalam paradigma politik, baik dipakai sebagai pengukuran batas
kewajaran maupun tidak.
9.
Banyak yang hal yang
harus diterapakan oleh kerajaan demak dalam mengislamkan Rakyat jawa, karena Kerajaan demak tidak hanya menghadapi legitimitas politik, tetapi
juga berupa panggilan kultural untuk kontunuitas yang masih berpegang teguh
dengan konsep kekuasaan lama sebagai sesuatu yang jatuh dari orang yang
terpilih. Konsep ini memberi dasar yang sah bagi penguasa keraton yang baru dan
menjadikan idiologi bagi monopoli kekuasaan. Dengan ini Seorang raja menjadi
Sumber kekuasaan dengan gelar Susuhunan .
Daftar Pustaka
Ali, A Mukti, dkk.
Ensiklopedia Islam di Indonesia, jakarta : Departemen Agama RI, 1988
Samah, Abu. Sejarah
Peradapan Islam . pekanbaru, 2012.
Leirissa , Sejarah
Nasional Indonesia IV, Jakarta: Balai pustaka.1984,
http://id.shvoong.com/humanities/history/1948258-kerajaan-gowa-tallo-kekuatan-perkasa/#ixzz27FtFDvhC
0 komentar:
Posting Komentar