Artikel Sering Tampil

Rabu, 10 September 2014

TIGA POLA PEMBENTUKAN BUDAYA YANG TERLIHAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN NEGARA ACEH, SULAWESI SELATAN, DAN JAWA



SEJARAH PERADABAN ISLAM

TIGA POLA PEMBENTUKAN BUDAYA YANG TERLIHAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN NEGARA ACEH, SULAWESI SELATAN, DAN JAWA”

 

Disusun oleh    : Andika Yulianto
NPM                : 122410083


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM RIAU
TAHUN AJARAN 2012/2013





Kata Pengantar
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Taufik serta karuniaNya kepada penulis, sehingga sampai detik ini penulis masih diberi kesempatan beribadah kepadaNya dan dapat menyelesaikan tugas Sejarah Peradaban Islam dengan mengambil judul makalah “TIGA POLA PEMBENTUKAN BUDAYA YANG TERLIHAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN NEGARA; ACEH,SULAWESI SELATAN, DAN JAWA.”
Dalam makalah ini terurai berbagai macam pola yang dapat membentuk budaya sehingga terbentuknya suatu negara Aceh, Sulsel, dan Jawa. Dengan harapan dapat mencerminkan inpirasi kepada kita pembaca, metode- metode dakwah dalam menyebarkan Agama Islam.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat- sahabat saya serta dosen Sejarah Peradapan Islam di Fakultas Agama Islam Universitas Islam Riau yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan yang lebih luas bagi para mahasiswa, mahasiswi, umum dan khususnya pada diri penulis sendiri serta semua para pembaca makalah ini. Makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang dapat membangun kesempurnaan makalah ini.
Sekian terima kasih


Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG
Menjelaskan wajah kebudayaan Islam dibelahan bumi ini, maka akan muncul format kebudayaan Islam yang sangat beragam. Salah satunya adalah kebudayaan islam nusantara. Penyebaran Islam yang lebih menggunakan jalur Kultural, damai dan anti kekerasan telah memberi warna dikemudian hari terhadap format kebudayaan Islam di Nusantara ini, yang selanjutnya menjadi pola tradisi dan perilaku bagi kehidupan sosial budaya masyarakat nusantara. Akan tetapi, derasnya arus globalisasi yang ditandai oleh dominasi pasar, media dan modal belakangan ini tidak bisa dipungkiri memberikan dampak terhadap pola kebudayaan Islam Nusantara ketika awal masuk Islam, kini sekarang mengalami perubahan-perubahan tertentu. 
Pada taraf permulaan, islamisasi yang masuk ke indonesia melalui jalur perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan datang pada abad ke 7 hingga 16 M. Kebanyakan mereka para pedagang muslim dari Arab, Persia, dan India. Oleh karena itu, bercampurlah kulture mereka dengan masyarakat pribumi yang di manfaatkan mereka mendakwahkan ajaran islam di dalam kebudayaan.
Oleh sebab itu, makalah ini berusaha kami buat untuk dapat mengetahui proses yang dapat membentuk kebudayaan di nusantara. Sehingga makalah ini kami beri judul “ TIGA POLA PEMBENTUKAN BUDAYA YANG TERLIHAT DALAM PROSES PEMBENTUKAN NEGARA; ACEH,SULAWESI SELATAN, DAN JAWA.”
2.      RUMUSAN PERMASALAHAN
·         Pola apa saja yang dapat menimbulkan pembentukan budaya.
·         Bagaimana pola samudra pasai membentuk kebudayaan islam negara Aceh.
·         Bagaimana pola sulawesi selatan dapat membentuk kebudayaan islam  dalam masyarakat sulawesi.
·         Bagaimana pola jawa yang dapat membentuk kebudayaan islam di tanah jawa.

Bab II
PEMBAHASAN
 Menurut Taufik Abdullah, berbagai kesaksian sejarah yang lebih kemudian memperlihatkan bahwa berita Ibn Batutta tentang raja yang dikelilingi ulama itu merupakan awal dari terbentuknya sebuah tradisi kerajaan maritim Islam di Nusantara. Sejarah Melayu, yang ditulis pada abad ke-16, juga memberitakan tentang Sultan Malaka yang senang berdiskusi tentang masalah-masalah agama. Namun, satu hal yang menarik untuk di catat, kata Taufik Abdullah, bahwa awal masa berdirinya kerajaan Islam ditandai tidak saja oleh usaha konsolidasi kekuasaan, tetapi juga, dan bahkan ini yang lebih penting, keterlibatan sang raja dalam pengembangan ilmu keagamaan serta penyebaran kesadaran kosmopolitanisme kultural Islam. Tetapi, konversi secara massif penduduk Asia tenggara kepada Islam (juga Kristen), seperti diungkapkan Anthony Reid, baru bermula pada sekitar tahun 1400, dan mencapai puncaknya pada 1570-1630, yang disebutnya sebagai “masa perdagangan”, the age of commerce. Reid menyebut “konversi massal” (lebih dari seperdua penduduk Asia Tenggara menjadi Islam dan Kristen) ini sebagai “revolusi keagamaan”, relegious revolution.
Dan dalam  rentang waktu sejak akhir abad  ke -13, ketika samudra pasai berdiri sampai abad  ke-17 dan disaat istana Gowa Tallo resmi menganut Islam, Muncullah  3 pola pembentukan budaya yang memperlihatkan bentuknya dalam proses pembentukan negara yang telah terjadi, tiga pola itu adalah :
A.    Pola Samudra Pasai
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh  dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kapan berdirinya Kesultanan Samudera Pasai belum bisa dipastikan dengan tepat dan masih menjadi perdebatan para ahli sejarah. Namun, menurut Uka Tjandrasasmita (Ed) dalam buku Badri Yatim, menyatakan bahwa  kemunculannya sebagai kerajaan Islam  diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan seterusnya. Berdasarkan berita dari Ibnu Batutah, dikatakan bahwa pada tahun 1267 telah berdiri kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudra Pasai. Hal ini dibuktikan dengan adanya batu nisan makam Sultan Malik Al Saleh (1297 M), Raja pertama Samudra Pasai.
Semenjak lahirnya kerajaan samudra pasai telah mengalami perubahan yang cukup jelas, berawal dari negara segmenter menuju ke negara yang terpusat. Artinya pada awalnya terbentuknya budaya islam di samudra pasai dimulai dari masyarakat pedalaman sampai ke masyarakat kerajaan. Sejak awal perkembangannya, samudra pasai menunjukan banyak pertanda dari pembentukan suatu negara yang baru. Kerajaan samudra pasai tidak saja harus berhadapan dengan golongan – golongan yang belum ditundukkan dan diIslamkan dari wilayah pedalaman, tetapi harus menyelesaikan pertentangan politik serta pertentangan keluarga yang berkepanjangan. Dalam proses perkembangannya menjadi negara yang terpusat, samudra pasai juga menjadikan kerajaan/negara itu sebagai pusat pengajaran Agama. Perkembangan dan masa keemasan sebagai pusat Agama tersebut terus berkelanjutan walaupun suatu ketika kedudukan perekonomian dan politik semakin menyusut.
Dengan demikian pola samudra pasai yang menbentuk negara Aceh memilki suatu kebebasan budaya untuk menformulasikan struktur dan sistem kekuasaan, yang mencerminkan gambaran tentang dirinya.
B.     Pola Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng.
Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan masing-masing.
Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan
Secara geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia bagian Timur maupun yang berasal dari Indonesia bagian Barat.
Dengan posisi strategis tersebut maka kerajaan Makasar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
Karena sebagai jalur perdagangan Nusantara, tak jarang dari sebagian pedagang menyebarkan keislaman dalam kerajaan gowa tallo, sehingga muncul kebudayaan islam dikerajaan tersebut. Untuk hal itu mereka menyebutkan pola yang diterapkan dalam pembentukan budaya, yang sering kita kenal dengan pola Sulawesi selatan.
Pola itu adalah pola islamisasi melalui konversi keraton atau pusat kekuasan. Dalam sejarah Islam di Asia Tenggara, pola dimulai oleh kerajaan malaka. Proses islamisasi berlangsung dala suatu struktur negara yang telah memiliki basis legitimasi geneologi. Konversi agama menunjukkan kemampuan raja. Karena seorang penguasa terhindar dari penghinaan rakyatnya dalam masalah kenegaraan.
Pola islamisasi melalui konversi keraton atau pusat kekuasaan seperti itu. Di indonesia terjadi juga di sulawesi selatan, Maluku dan banjarmasin. Tidak seperti Samudra Pasai, islamisasi di Gowa- Tallo, Ternate, Banjarmasin dan sebagainya yang mempunyai pola yang sama, tidak memberi landasan bagi pembentukan negara.
C.    Pola Jawa
Di Jawa tampaknya islam tidak punya kebebasan untuk memformulasikan struktur dan sistem kekuasaan, sebagaimana di Pasai. Karena Islam sudah harus berhadapan dengan sistem politik dan kekuasaan yang sudah lama mapan, dengan pusatnya dipegang oleh keraton Majapahit. Pada abad ke 11 para pedagang muslim baru mendapat tempat di pusat- pusat politik dan kemudian berkembang memasuki abad ke 14 .Barulah pada abad ke-14 komunitas pedagang muslim itu menjadi ancaman yang serius bagi keraton pusat. Ini pun setelah Majapahit melemah, menyusul konflik internal keluarga kerajaan dan berbagai pemberontakan lokal.
Setelah keraton pusat mulai tergoyahkan kedudukannya, maka keraton – keraton kecil mulai bersaing merebutkan kekuasaan/kedudukan dipusat. Tapi pada akhirnya Majapahit yang kala itu menjadi pusat kerajaan digantikan oleh kerajaan Demak. Sebagai Kerajaan baru, Demak tidak saja memegang hegemoni politik, tetapi juga menjadi “jembatan penyeberangan” Islam yang paling penting di Jawa.
 Walaupun mencapai keberhasilan politik dengan cepat. Demak tidak hanya menghadapi masalah legitimasi Politik, tetapi panggilan kultural untuk konstinuitas. Hal tersebut semakin memperjelas sebab keraton dipindahkan oleh Joko Tingkir ke Pajang dipedalaman dan semakin jelas ketika mataram berhasil menggantikan kedudukan Pajang tahun 1588.
Menurut Taufiq Abdullah, Pola Pertama dan  kedua menujukan cara yang berbeda, suatu kecenderungan kearah pembentukan tradisi yang bercorak integritas. Islam menjadi bagian intrinsik dari sistem kebudayaan dan kehidupan pribadi. Islam dipandang sebagai landasan masyarakat budaya dan kehidupan pribadi. Islam merupakan unsur dominan dalam komunikasi kognitif yang baru maupun dalam paradigma politik, baik dipakai sebagai pengukuran batas kewajaran maupun tidak.
Di kerajaan Aceh Darussallam, dengan raja Sultan Iskandar Muda telah membangun masjid Baiturrahman dan masjid lain - lainya untuk dijadikan pusat kegiatan keislaman. Dengan begitu Sultan Iskandar Muda mengkonsolidasikan dirinya sebagai Serambi Mekkah. Pada masa itu telah dirumuskan juga hukum dan adat adalah ibarat kuku dan daging.
Di kerajaan Bone, Kerajaan islam yang paling besar tahun 1610 yaitu kerajaan Bugis, dengan Rajanya La Maddaremmeng Ke-13 Tahun ( 1631- 1644). Raja tersebut telah menggabungkan hukum islam kedalam lembaga tradisional Bone, dengan mencanangkan “ gerakan pembaharuan Keagamaan “.
Dalam tradisi integrasi ini, tidak semua budaya pra islam otomatis ditinggalkan Sisa – sisa pra islam masih terdapat dalam kehidupan mayarakat. Tetapi sudah dijadikan sebagai bagian dari apa yang dianggap dalam tahap perkembangan sejarah sebagai bagian dunia Islam. Dan makna itu mengalami proses Islamisasi. Pencarian kearah bentuk ortodoksi yang sesuai adalah salah satu corak dinamika tradisi integrasi ini.
Sebagaimana yang telah diterangkan diatas bahwa diJawa terutama Kerajaan demak tidak hanya menghadapi legitimitas politik, tetapi juga berupa panggilan kultural untuk kontunuitas yang masih berpegang teguh dengan konsep kekuasaan lama sebagai sesuatu yang jatuh dari orang yang terpilih. Konsep ini memberi dasar yang sah bagi penguasa keraton yang baru dan menjadikan idiologi bagi monopoli kekuasaan. Dengan ini Seorang raja menjadi Sumber kekuasaan dengan gelar Susuhunan . Gelar tersebut dapat digunakan sebagai Para Pemimpin Agama dan Panatagama: pengatur dan pelindung Agama. Tradisi jawa ini memperlihatkan wujudnya setelah hegemoni politik Jawa bergeser dari pesisir pedalaman.
Perpindahan keraton itu menyebabkan 3 lembaga utama keraton sebagai pusat kekuasaan, pasar, dan pesantren sebagai pusat keagamaan terpisah. Untuk memantapkan diri sebagai penegang kekuasaan hegemoni politik, pasar dan pesantren diperangi. Akan tetapi pesantren tidak lenyap bahkan ia berkembang menjadi saingan keraton. Dalam proses itu, muncul suatu tipe tradisi tertentu “ tradisi dialog”. Tradisi ini adalah arena tempat pengertian kontinuitas dan dorongan kearah perubahan sosial budaya yang harus menemukan lapanga bersama. Dalam perspektif politk. Secara antropologis, tradisi dialog itu merupakan ranah tempat unsur abangan harus menghadapi peneteasi terus menerus dari pemikiran yang diajukan oleh unsur santri. Ada saat antara tradisi pesantren dan tradisi kraton bertengkar, tetapi ada pula saatnya mereka mesra tugas rja adalah menciptakan keserasian, bukan menyebarkan agama. Karena itu , kalo Aceh, Sultan membangun masjid, dijawa membangun masjid Demak oleh Wali songo.


Penutup

A.     Kesimpulan
Semenjak abad  ke -13, ketika samudra pasai berdiri sampai abad  ke-17 dan disaat istana Gowa Tallo resmi menganut Islam, Muncullah  3 pola pembentukan budaya yang memperlihatkan bentuknya dalam proses pembentukan negara yang telah terjadi, tiga pola itu adalah :
1.      Pola Samudra Pasai
Pada awalnya terbentuknya budaya islam di samudra pasai dimulai dari masyarakat pedalaman sampai ke masyarakat kerajaan. Dan pada akhirnya samudra pasai menjadikan kerajaan/ negara tersebut sebagai pusat pengajaran Agama. Hal tersebut terus saja berkembang dan mencapai keemasannya, walaupun  suatu ketika kedudukan perekonomian dan politik semakin menyusut.
2.      Pola Sulawesi Selatan
Pola islamisasi yang disulawesi selatan melalui konversi keraton atau pusat kekuasan. Dalam sejarah Islam di Asia Tenggara, pola dimulai oleh kerajaan malaka. Proses islamisasi berlangsung dalam  suatu struktur negara yang telah memiliki basis legitimasi geneologi. Konversi agama menunjukkan kemampuan raja. Karena seorang penguasa terhindar dari penghinaan rakyatnya dalam masalah kenegaraan.
3.      Pola Jawa
Pola ini muncul ketika kekuasaan Kerajaan Demak setelah Menggantikan Kerajaan Majapahit. Banyak yang hal yang harus diterapakan oleh kerajaan demak dalam mengislamkan Rakyat jawa, karena Kerajaan demak tidak hanya menghadapi legitimitas politik, tetapi juga berupa panggilan kultural untuk kontunuitas yang masih berpegang teguh dengan konsep kekuasaan lama sebagai sesuatu yang jatuh dari orang yang terpilih. Konsep ini memberi dasar yang sah bagi penguasa keraton yang baru dan menjadikan idiologi bagi monopoli kekuasaan. Dengan ini Seorang raja menjadi Sumber kekuasaan dengan gelar Susuhunan . Gelar tersebut dapat digunakan sebagai Para Pemimpin Agama dan Panatagama: pengatur dan pelindung Agama. Tradisi jawa ini memperlihatkan wujudnya setelah hegemoni politik Jawa bergeser dari pesisir pedalaman.

Pertanyaan
1.      Sejak kapan munculnya pola pembentukan budaya dalam proses pembentukan negara ?
2.      Sebutkan terdapat berapa pola yang memperlihatkan proses pembentukan budaya negara tersebut?
3.      Jelaskan secara geografi letak kerajaan samudra pasai.?
4.      Siapakah Raja Pertama Kerajaan Samudra Pasai?
5.      Bagaimana Pola pembentukan budaya islam Dalam rangka membentuka negara Aceh?
6.      Sebutkan Kerajaan terbesar pada tahun 1610 di Bone, dan siapa Rajanya?
7.      Bagaimana pola islamasasi di Sulawesi Selatan ?
8.      Apa perbedaan Pola Samudra Pasai dengan Sulawesi Selatan?
9.      Bagaimana pola yang terdapat di Jawa?
Jawaban
1.      Semenjak abad  ke -13
2.      Terdapat 3 Pola, Pola Samudra Pasai, Pola Sulawesi Selatan, Dan Pola Jawa.
3.      Kerajaan Samudra Pasai terletak di pesisir Timur Laut Aceh.
4.      Sultan Malik Al Saleh (1297 M
5.      Pada awalnya terbentuknya budaya islam di samudra pasai dimulai dari masyarakat pedalaman sampai ke masyarakat kerajaan. Dan pada akhirnya samudra pasai menjadikan kerajaan/ negara tersebut sebagai pusat pengajaran Agama. Hal tersebut terus saja berkembang dan mencapai keemasannya, walaupun  suatu ketika kedudukan perekonomian dan politik semakin menyusut
6.      kerajaan Bugis, dengan Rajanya La Maddaremmeng Ke-13 Tahun ( 1631- 1644).
7.      Pola islamisasi yang disulawesi selatan melalui konversi keraton atau pusat kekuasan. Dalam sejarah Islam di Asia Tenggara, pola dimulai oleh kerajaan malaka. Proses islamisasi berlangsung dalam  suatu struktur negara yang telah memiliki basis legitimasi geneologi. Konversi agama menunjukkan kemampuan raja. Karena seorang penguasa terhindar dari penghinaan rakyatnya dalam masalah kenegaraan.
8.      Menurut Taufiq Abdullah, Pola Pertama dan  kedua menujukan cara yang berbeda, suatu kecenderungan kearah pembentukan tradisi yang bercorak integritas. Islam menjadi bagian intrinsik dari sistem kebudayaan dan kehidupan pribadi. Islam dipandang sebagai landasan masyarakat budaya dan kehidupan pribadi. Islam merupakan unsur dominan dalam komunikasi kognitif yang baru maupun dalam paradigma politik, baik dipakai sebagai pengukuran batas kewajaran maupun tidak.
9.      Banyak yang hal yang harus diterapakan oleh kerajaan demak dalam mengislamkan Rakyat jawa, karena Kerajaan demak tidak hanya menghadapi legitimitas politik, tetapi juga berupa panggilan kultural untuk kontunuitas yang masih berpegang teguh dengan konsep kekuasaan lama sebagai sesuatu yang jatuh dari orang yang terpilih. Konsep ini memberi dasar yang sah bagi penguasa keraton yang baru dan menjadikan idiologi bagi monopoli kekuasaan. Dengan ini Seorang raja menjadi Sumber kekuasaan dengan gelar Susuhunan .





Daftar Pustaka

Ali, A Mukti, dkk. Ensiklopedia Islam di Indonesia, jakarta : Departemen Agama RI, 1988
Samah, Abu. Sejarah Peradapan Islam . pekanbaru, 2012.
Leirissa , Sejarah Nasional Indonesia IV, Jakarta: Balai pustaka.1984,



0 komentar:

Posting Komentar