Artikel Sering Tampil

Rabu, 10 September 2014

PEMBAHASAN AKHLAK MAHMUDAH (TERPUJI) DAN AHLAK MAZMUMAH (TERCELA)




" الاخلاق "

Makalah Ini Disusun Untuk
 Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah



الاخلاق المحمدة
الاخلاق المزممة





Disusun Oleh:
ANDIKA YULIANTO
Dosen :
Dr. H. HAMZAH, M.Ag.


Jurusan/Prodi/Semester
TARBIYAH/PAI/I
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2012/2013



Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah, Sang Pencipta Alam semesta yang telah memberikan nikmatNya kepada kita. Dengan rida dan izin-Nya makalah ini bisa selesai ditulis. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabiyullah Muhammad saw, keluarga , dan para sahabat beliau. Semoga juga kelak kita mendapatkan syafaat beliau di akhirat nanti.
Dalam makalah ini sedikit banyak membahas beberapa akhlak, baik akhlakul karimah ataupun akhlakul mazmudah. Dan penulis mengambil 5 contoh akhlak terpuji dan 5 contoh akhlak tercela. Untuk akhlak terpuji penulis memberikan contoh seperti : Ikhlas , Amanah, Bersyukur, Adil, rasa malu. Sedangkan untuk akhlak tercela penulis memberikan contoh seperti Riya’, Hasad, Ghadob( pemarah), Takabur, Namimah.
Dari contoh – contoh yang penulis sajikan dapat petik pelajaran yang dapat memperbaiki kualitas akhlak baik pada penulis itu sendiri dan lebih luasnya kepada para pembaca makalah ini. Dan penulis mengajak mari kita meneladani akhlakul karimah rasulullah yang memang diciptakan untuk memperbaiki akhlak umatnya.
Dengan demikian kami harapakan makalah ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa UIR khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya. Untuk kesempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan saran yang dapat membangun untuk lebih sempurna makalah ini.


Penulis

Andika Yulianto
BAB I
PENDAHULUAN

Ajaran islam adalah ajaran yang bersumber pada wahyu Allah, Al-Qur’an dalam penjabarannya terdapat pada hadis Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak dalam Islam mendapat perhatian yang sangat besar. Berdasarkan bahasa, akhlak berarti sifat atau tabiat.
Berdasarkan istilah, akhlak berarti kumpulan sifat yg dimiliki oleh seseorang yang melahirkan perbuatan baik dan buruk.
Konsep Akhlak menurut Al-Ghazali adalah sifat yg tertanam dalam jiwa seseorang, darinya lahir perbuatan yang mudah tanpa pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Akhlak meliputi jangkauan yang sangat luas dalam segala aspek kehidupan. Akhlak meliputi hubungan hamba dengan Tuhannya (vertikal) dalam bentuk ritual keagamaan dan berbentuk pergaulan sesama manusia (horizontal) dan juga sifat serta sikap yang terpantul terhadap semua makhluk (alam semesta).
Bagi seorang muslim, akhlak yang terbaik ialah seperti yang terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW karena sifat-sifat dan perangai yang terdapat pada dirinya adalah sifat-sifat yang terpuji dan merupakan uswatun hasanah (contoh teladan) terbaik bagi seluruh kaum Muslimin.
Dan seharusnya kita lebih dapat mengetahui antara akhlak terpuji dan akhlak tercela. Untuk itu dalam makalah ini diuraikan bebagai macam akhlak terpuji dan macam akhlak tercela. Contoh akhlak terpuji yaitu Ikhlas, Amanah, Adil, bersyukur dan rasa malu. Sedangkan akhlak tercela yaitu Riya’, takabur, hasad, Ghadab( pemarah ), Namimah ( adu Domba).



BAB II
PEMBAHASAN AKHLAK MAHMUDAH (TERPUJI) DAN AHLAK MAZMUMAH (TERCELA)

 A.    PENGERTIAN AKHLAK
Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah).
Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan negara, hidup bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya.
Masyarakat dan bangsa yang memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamadun dan kejayaan yang diridai oleh Allah Subhanahu Wataala. Seperti kata pepatah seorang penyair Mesir, Syauqi Bei: "Hanya saja bangsa itu kekal selama berakhlak. Bila akhlaknya telah lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu".  
Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT, akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah, mencegah diri kita untuk mendekati yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar, seperti firman Allah dalam surat Al-Imran 110 yang artinya “Kamu adalah umat yang terbaik untuk manusia, menuju kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah”
Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini, sebagai mana firman Allah Subhanahu Wataala dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berbunyi:
Artinya
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar-Ruum: 41).
B.     PENGERTIAN AKHLAK MAHMUDAH (TERPUJI)
Akhlak mahmudah (terpuji) adalah perbuatan yang dibenarkan oleh agama (Allah dan RasulNya). Contohnya : disiplin, hidup bersih, ramah, sopan-santun, syukur nikmat, hidup sederhana, rendah hati, jujur, rajin, percaya diri, kasih sayang, taat, rukun,  tolong-menolong, hormat dan patuh, sidik, amanah, tablig, fathanah, tanggung jawab, adil, bijaksana, teguh pendirian, dermawan, optimis, qana’ah, dan tawakal, ber-tauhiid, ikhlaas, khauf, taubat, ikhtiyaar, shabar, syukur, tawaadu', husnuzh-zhan, tasaamuh dan ta’aawun, berilmu, kreatif, produktif, akhlak dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu, adil, rida, amal salih, persatuan dan kerukunan, akhlak terpuji dalam pergaulan remaja, serta pengenalan tentang tasawuf.
1.      Contoh-Contoh Akhlak Mahmudah
Dalam pembahasan ini kami akan menjabarkan akhlak mahmudah yang meliputi ikhlas, sabar, syukur, jujur, adil dan amanah.



a.       Ikhlas
Kata ikhlas mempunyai beberapa pengertian. Menurut al-Qurtubi, ikhlas pada dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk. Abu Al-Qasim Al-Qusyairi mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan sebuah riwayat dari Nabi Saw, “Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril berkata, “Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah,” lalu Allah berfirman, “(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam hati orang-orang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku.”
Keikhlasan seseorang ini, akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan. Anggota masyarakat yang mengamalkan sifat ikhlas, akan mencapai kebaikan lahir-bathin dan dunia-akhirat, bersih dari sifat kerendahan dan mencapai perpaduan, persaudaraan, perdamaian serta kesejahteraan.
b. Amanah
Secara bahasa amanah bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah (titipan) sedangkan secara definisi amanah berarti memenuhi apa yang dititipkankan kepadanya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk mengembalikan titipan-titipan kepada yang memilikinya, dan jika menghukumi diantara manusia agar menghukumi dengan adil…” (QS 4:58).
Dalam ayat lainnya, Allah juga berfirman:
إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka mereka semua enggan memikulnya karena mereka khawatir akan mengkhianatinya, maka dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh…” (QS. 33:72).
c.       Adil.
Adil berarti menempatkan/meletakan sesuatu pada tempatnya. Adil juga tidak lain ialah berupa perbuatan yang tidak berat sebelah. Para Ulama menempatkan adil kepada beberapa peringkat, yaitu adil terhadap diri sendiri, bawahan, atasan/ pimpinan dan sesama saudara. Nabi Saw bersabda, “Tiga perkara yang menyelamatkan yaitu takut kepada Allah ketika bersendiriaan dan di khalayak ramai, berlaku adil pada ketika suka dan marah, dan berjimat cermat ketika susah dan senang; dan tiga perkara yang membinasakan yaitu mengikuti hawa nafsu, terlampau bakhil, dan kagum seseorang dengan dirinya sendiri.” (HR. Abu Syeikh).
d.      Bersyukur
Syukur menurut kamus “Al-mu’jamu al-wasith” adalah mengakui adanya kenikmatan dan menampakkannya serta memuji (atas) pemberian nikmat tersebut.Sedangkan makna syukur secara syar’i adalah : Menggunakan nikmat AllahSWT dalam (ruang lingkup) hal-hal yang dicintainya. Lawannya syukur adalah kufur. Yaitu dengan cara tidak memanfaatkan nikmat tersebut, atau menggunakannya pada hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT.
e.  Rasa malu
”Berbuatlah sekehendakmu, tapi ingatlah bahwa segala perbuatan itu akan dimintakan pertanggungjawaban”

Rasa malu merupakan rem atau pengekang dari segala bentuk kemaksiatan. Sepanjang rasa malu ini ada terpelihara pada jiwa seseorang maka dirinya akan terjaga dari segala godaan syetan yang mengajak kepada perbuatan dosa. Dengan memiliki rasa malu, orang akan terjaga akhlaknya. Oleh karena itu semua agama samawi mengajarkan kepada umatnya untuk berakhlak mulia yang salah satunya adalah memlihara rasa malu.
Sabda Rosulullah s.a.w, "Sesungguhnya setiap agama mampunyai akhlak, dan akhlak Islam adalah rasa malu," (Riwayat Imam Malik)
Allah berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي آيَاتِنَا لا يَخْفَوْنَ عَلَيْنَا أَفَمَنْ يُلْقَى فِي النَّارِ خَيْرٌ أَمْ مَنْ يَأْتِي آمِنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“ Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (Fushshilat Ayat : 40)

Kalau tidak merasa malu, manusia dipersilakan oleh Allah untuk berbuat apa saja, tapi harus ingat bahwa segala perbuatan itu tidak ada yang terlepas dari pengawasan Allah SWT dan kelak akan dimintakan pertanggungjawaban.
Dengan kurangnya rasa malu, orang akan berbuat apa saja tanpa mempertimbangkan halal dan haram. Hilangnya rasa malu akan mengakibatkan rusaknya akhlak dan rusaknya akhlak mengakibaatkan rusaknya iman. Itulah sebabnya dikatakan oleh Rosululla s.a.w, "Malu itu bagian dari iman."
Orang yang tidak memiliki rasa malu, sering disebut dengan ungkapan tebal kulit muka. Karena kalau orang merasa malu, biasanya akan memerah mukanya. Orang yang tidak pernah memerah mukanya adalah orang yang kurang rasa malunya karena itu disebut tebal kulit muka. Tentu ini hanya peribahasa saja, bukan berarti bahwa kulit mukanya setebal kulit badak.
Rosulullah bersabda: "Malu itu bagian dari keimanan, dan keimanan itu dapat memasukkan seseeorang ke surga, sedangkan sifaat yang keji adalah sifat kasar, dan sifaat kasar itu menyebabkan masuk neraka (Riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi).  
Timbulnya berbagai penyakit sosial di tengah-tengah masyarakat kita, tentu disebabkan karena orang tidak atau kurang memiliki rasa malu. Tidak malu dijatuhi hukuman oleh negara, bahkan penjara hanya dianggap sebagai tempat istirahat dan rekreasi. Keluar dari penjara, tidak malu berbuat pelanggaran lagi karena sudah siap masuk penjara berulang kali. 
Kalau masih memiliki rasa malu, berarti orang akan terhindar dari segala tindakan kejahatan, keserakahan, korupsi, mengambil yang bukan haknya dan lain-lain. Marilah kita jaga diri kita dari segala bentuk kema'siatan yang akan membawa kepada kehancuran pribadi dan kehancuran masyarakaat, bangsa dan nengara.

C. PENGERTIAN AKHLAK MAZMUMAH (TERCELA)
Akhlak Mazmumah (tercela) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama (Allah dan RasulNya). Contohnya : hidup kotor, berbicara jorok/kasar, bohong, sombong, malas, durhaka, khianat, iri, dengki, membangkang, munafik, hasud, kikir, serakah, pesimis, putus asa, marah, fasik, dan murtad, kufur, syirik, riya, nifaaq, anaaniah, putus asa, ghadlab, tamak, takabbur, hasad, dendam, giibah, fitnah, dan namiimah, aniaya dan diskriminasi, perbuatan dosa besar (seperti mabuk-mabukan, berjudi, zina, mencuri, mengkonsumsi narkoba), israaf,  tabdzir.
Dalam konteks pembahasan Akhlak itu,  maka akhlak dapat di bagi kepada 3 (tiga) bagian yaitu :
1.      Akhlak kepada Allah SWT
Akhlak kepada Allah adalah perbuatan hambaNya terhadap Allah SWT.
2.      Akhlak kepada MakhlukNya
Akhlak kepada MakhlukNya adalah perbuatan hambaNya terhadap makhluk Allah, seperti Malaikat, Jin, Manusia, dan Hewan.
3.      Akhlak kepada Lingkungan
Akhlak kepada lingkungan adalah perbuatan hambaNya terhadap lingkungan (semesta alam), seperti : tumbuh-tumbuhan, air (laut, sungai, danau), gunung, dan sebagainya.
Contoh Sifat Mazmumah (Tercela) yaitu:
1.   Riya’ dan Sum’ah
 Diantara penyakit hati yang tidak hanya menimpa orang umum tetapi juga kader dakwah adalah riya dan sum’ah. Mulai dari definisi riya dan sum’ah, faktor penyebab, dampak buruk, fenomena riya dan sum’ah, sampai kiat mengatasinya. Insya Allah.
Definisi Riya secara Etimologi.
Kata riya berasal dari kata ru’yah, yang artinya menampakkan. Dikatakan arar-rajulu, berarti seseorang menampakkan amal shalih agar dilihat oleh manusia. Makna ini sejalan dengan firman Allah SWT:
الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ
“…Orang-orang yang berbuat riya dan enggan menolong dengan barang berguna.” (QS. Al-Maa’uun : 6-7).
“… dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia.” (QS. Al-Anfal : 47)
Definisi Riya secara Terminologi.
Pengertian riya secara istilah/terminologi adalah sikap seorang muslim yang menampakkan amal shalihnya kepada manusia lain secara langsung agar dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keuntungan materi.
Pengertian Sum’ah secara Etimologi
Kata sum’ah berasal dari kata samma’a (memperdengarkan). Kalimat samma’an naasa bi ‘amalihi digunakan jika seseorang menampakkan amalnya kepada manusia yang semula tidak mengetahuinya.
Definisi Sum’ah secara Terminologi.
Pengertian sum’ah secara istilah/terminologi adalah sikap seorang muslim yang membicarakan atau memberitahukan amal shalihnya -yang sebelumnya tidak diketahui atau tersembunyi- kepada manusia lain agar dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keuntungan materi.
Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengetengahkan pendapat Izzudin bin Abdussalam yang membedakan antara riya dan sum’ah. Bahwa riya adalah sikap seseorang yang beramal bukan untuk Allah; sedangkan sum’ah adalah sikap seseorang yang menyembunyikan amalnya untuk Allah, namun ia bicarakan hal tersebut kepada manusia. Sehingga, menurutnya semua riya itu tercela, sedangkan sum’ah adalah amal terpuji jika ia melakukannya karena Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya, dan tercela jika dia membicarakan amalnya di hadapan manusia.
Dalam Al-Qur’an Allah telah memperingatkan tentang sum’ah dan riya ini:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia…” (QS. Al-Baqarah : 264)
Rasulullah SAW juga memperingatkan dalam haditsnya:
Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya. (HR. Bukhari).
Diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah maksudnya adalah diumumkan aib-aibnya di akhirat. Sedangkan dibalas dengan riya artinya diperlihatkan pahala amalnya, namun tidak diberi pahala kepadanya. Na’udzubillah min dzalik.
Dalam hadits yang lain, Rasulullah menjelaskan tentang kekhawatirannya atas umat ini terhadap riya yang akan menimpa mereka. Riya yang tidak lain merupakan syirik kecil.
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dengan syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Riya.” “Allah akan berfirman pada hari kiamat nanti ketika Ia memberi ganjaran amal perbuatan hamba-Nya, ‘Pergilah kalian kepada orang yang kalian berlaku riya terhadapnya.’ Lihat Apakah kalian memperoleh balasan dari mereka?” Kemudian Rasulullah mendengar seseorang membaca dan melantunkan dzikir dengan suara yang keras. Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya dia amat taat kepada Allah.” Orang tersebut ternyata Miqdad bin Aswad. (HR. Ahmad)
Demikianlah riya dan sum’ah akan membawa petaka di akhirat. Namun, tidak semua yang diperdengarkan berarti sum’ah. Dalam hal ini suara dzikir Miqdad bin Aswad tidak dikategorikan demikian. Karena riya dan sum’ah adalah penyakit hati, maka perbuatan fisik yang sama bukan berarti berangkat dari hati/niat yang sama
2.      Takabur dan Tahasud
وعن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه عن النبي صلىالله عليه وسلم قال : لاَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ من كان فىقَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ {رواه مسلم}
“Dari Abdillah ibn Mas’ud r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda : tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong, walaupun hanya sebesar atom”. (HR. Muslim)
Takabur artinya : sombong, congkak atau merasa dirinya lebih tinggi dari orang lain, baik kedudukan, keturunan, kebagusan, petunjuk, dan lain-lain.
Takabur itu terbagi atas 2 macam yaitu :
Takabur batin : yang merupakan pekerti di dalam hati
Takabur lahir : yang merupakan kelakuan-kelakuan yang keluar dari anggota badan, kelakuan-kelakuan ini amat banyak sekali bentuknya dan oleh karena itu sukar untuk dihitung dan diperinci satu persatu.
Jelasnya ialah orang yang menghinakan saudaranya sesama muslim melihatnya dengan mata ejekan, menganggap bahwa dirinya lebih baik dari yang lain, suka menolak kebenaran, sedangkan ia telah mengetahui bahwa itulah yang sesungguhnya benar, maka jelaslah bahwa orang tersebut dihinggapi penyakit kesombongan dan mengabaikan hak-hak Allah, tidak mentaati apa yang diperintahkan olehnya serta melawan benar-benar pada zat yang maha kuasa.
Takabur itu hukumnya haram, kecuali pada 2 tempat :
1. Sombong terhadap orang yang sombong
2. Sombong diwaktu peperangan terhadap orang-orang kafir.
3.      Hasad
Pengertian Hasad
     Hasad artinya menaruh perasaan benci, tidak senang yang amat sangat terhadap keberuntungan atau kenikmatan yang di peroleh.
Hasad merupakan akhlak yang tercela, harus dihindari dalam kehidupan sehari- hari. Wujudnya seperti memusuhi, menjelek- jelekan, mencemkan nama baik orang lain, dan lain- lain. Sabda Rasullah “Telah masuk kedalam tubuhmu penyakit – penyakit umat dahulu, ( yaitu ) benci dan dengki. Itulah yng membinasakan agama, buakan sengki mencukur rambut.”  ( Hr. Abu Daud Tirmidzi ).  
Hadits diatas menjelaskan apabila manusia apabila manusia saling mendengki, maka ajaran agama dan segala tatanan hukum tidak akan mengaturnya. Sehingga Rasulullah SAW mengibaratkan sifat dengki bagaikan api yang membakar kayu bakar.
2. Bahaya Sifat Hasad
    Rasulullah SAW menggambarkan buruknya sifat hasad seprti api yang membakar kayu bakar, sebagia perusak dan penghancur Sendi-sendi agama, artinya orang bersikap dan berbuat dengki pada dasarnya sama dengan penghancur agama. Hasad harus dihindari karena merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Adapun bahaya hasad antara lain:
  1. Menimbulkan permusuhan dan pertikain
  2. Menimbulkan perasaan dendam
  3. Menghilangkan persahabatan
  4. Tidak disenangi oleh orang banyak
  5. Menghilangkan semua aml baik yang telah dilakukan
  6. Dibenci Allah SWT ( mendapat dosa )
1.   Cara menghindari sifat hasad ( dengki )
      Cara menghindari sifat hasad,antara lain
 a. Meningkatkan iman dan taqwa kerada Allah SWT.
 b. Mendekatkan diri kepada Allah SWT,dengan harapan hati dan pikiran menjadi tenang.
 c. Menyadari bahwa hasad dapat menghupus kebaikan.
 d. Mempererat tali persaudaraan guna terjalin kerukunan dan kebersamaan
e. Meningkatkan rasa syukur kepada Allah SWT
f. Menumbuhkan sifat qan’ah ( merasa cukup terhadap apa yang dimiliki )
4. Ghadab
1.  Pengertian
Ghadab (pemarah) artinya orang yang suka marah. Sedangkan marah artinya berontaknya jiwa dalam menghadapi sesuatu yang tidak disenangi atau marah adalah luapan hawa nafsu, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan yang tidak terkendali.
Dalam pergaulan hendaknya manusia jangan mudah marah. Apabila arah karena hal-hal yang sepele, yang sebenarnya tidak perlu marah,tetapi menjadi marah besar (murka). Hal yang demikian tidak sesuai dengan pribadi muslim yang sebenarnya. Sebab selain menganjurkan agar kita menjadi pemaaf, suka maafkan kesalahan atau kehilafan orang lain agar persaudaraan dapat terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Disekolah ada seorang guru yang sabar dalam menghadapin perilaku siswanya. Meskipun siswanya tidak memeperdulikannya, namun ia tetap melaksanakan kewajibannya sebagai guru dengan baik, bahkan ia tetap menyayangi siswanya. Pada suatu ketika ia mendadak marah, anak-anak tidak ada yang berani berbicara dan mereka tidak mengerti apa penyebabnya, sehingga mereka diam semuanya.
Sikap guru tersebut sangat bertentangan dengan norma agama, padahal islam menganjurkan kepda umatnya untuk bersabar bila mengadapi ujian atau cobaan. Permasalahan tidak boleh dihadapi dengan marah. akan tetapi harus dihadapi dengan penuh kesabaran.
Sabda Rasulullah SAW. “Janganlah kamu memutuskan suatu perkara antara yang bersengketa ketika engkau dalam keadaaan marah.” (HR. Bukhari)
Al Ghazali juga mengatakan bahwa orng tyang sabar ialah orang yang sanggup bertahan dalam mengadapi gangguan dan rasa sakit, yang sanggup memikul beban yang tidak disukainya, yang sanggup mengendalikan kemarahan.
Firman Allah SAW. “Hai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan dengan sabar dan sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah: 153)
Allah SWT juga menjanjikan kepada orang-orang yang sanggup menahan amarahnya dengan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. “…..dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disedikan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memanfaatkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Qs Ali Imran : 133 –134)
Jika terlajur marah, maka sikap yang diajarkan Rasulllah SAW adalah “Sesungguhnya marah itu dari syetan dan sesungguhnya setan itu dijadikan dari api dan pai akan mati dengan (disiram) air, maka apabila marah seseorang di antara kamu, maka berwudhulah.” (HR Abu Dawud)
Demikianlah, kita harus mampu menahan amarah, karena amarah itu datangnya dari syetan yang akan senantiasa menyesatkan kita, sehingga kita akan berbuat yang tidak seharusnya kita lakukan. Orang yang kuat bukanlah orang yang kuat dan menang dalam bergulat melainkan orang yang sanggup menahan marahnya.
2. Bahaya sifat pemarah
Adapun bahaya sifat pemarah antara lain:
  1. Dibenci oleh Allah SWT, teman dan masyarakat
  2. Menimbulkan permusuhan
  3. Retaknya tali persaudaraan
3. Cara menghindari sifat pemarah antara lain sebagai berikut:
a.  Membaca ta’awuz
b. Seringlah membaca istigfar
c. Apabila marah segeralah mengambil air wudhu
d. Jika saat marah itu kita sedang berdiri, segeralah duduk dan jika dalam keadaan duduk, segeralah berbaring.
5.  Namimah
      1.   Pengertian Namimah
Namimah atau mengadu domba adalah usah atau perbuatan seseorang baik berupa ucapan atau perbuatan yang bertujuan mengadu domba satu orang dengan orang lain, satu golongan dengan golongan yang lain, dan lain sebagainya.Perbutan namimah adalah perbuatan yang dibenci orang Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya.
وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلافٍ- مَهِينٍهَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ
“dan janganlah engkau patuhi orang – orang yang suka bersumpah dan suka  menghina , suka mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah.”    ( QS. Al Qalam : 10- 11)
      Orang yang terbiasa dengan sifat naminah akan slau berbuat kerusakan dimana pun dan kapanpun, apalagi sifat ini sudah terpatri kuat dalam hati. Orang – orang seperti akan selsu menggunakn siasat buruknya untuk kepentingan pribadinya. Selain itu, ia akan selalu mencela orang lain dengan kesana kemari menyebar fitnah, mereka adalah orang yang selalu bersama – sama berada ditengah – tengah dengan tujuan untuk menghasut, membuat huru – hara, dan kerusakan .
2. Dampak negatif namimah
    Adapun beberapa akibat negatif yang ditimbulkan dari sifat namimah antara lain sebagai berikut :
a.  Dapat merusak hubungan baik antar sesama manusia
b.Orang yang memiliki sifat namimah akan dikucikan darii kehidupan masyarakat,dan diperlakukan buruk lainnya.
c. Orang yang memiliki sifat namimah akan mendapat siksa kubur.
Rasulullah saw  bersabda : “Sesungguhnya Rasulullah Saw melewati dua kuburan, lalu Rasulullah bersabda penghuni kedua kuburan ini telah disiksa bukan karena melakukan dosa besar. Yang satu tidak membersihkan kencing dan yang lain berjalan untuk mengadu domba.”( H.R. Asy- Syakhani )
        d. Mendapat siksa dari kubur
Rasulullah SAW bersabda: “ Dan Abu Darda berkata : “Rasulullah bersabda : setiap orang yang menyebarkan pada seseorang dengan kalimat untuk melakukan di dunia, maka baginya atas Allah siksa yang menghancurkan di neraka pada hari kiamat.”   ( HR. At. Tabaini )

3. Cara menghindari perbuatan namimah
a.  Menyadari bahwa perbuatan tersebut dibenci oleh Allah SWT, dan orang melakukannya akan mendapat siksa yang pedih, baik dilam kubur maupun di akhirat.
b. Menyadari bahwa sesama muslim adalah saudara yang harus saling menolong, bukan saling bermusuhan.
c. Memahami bahwa perpecahan akan berakibat sangat merugikan bagai semua elemen masyarakat.
d.  Menumbuhkan dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.

D. AKHLAK MAHMUDAH MELAHIRKAN INSAN YANG BERTAKWA
Sifat Mahmudah atau juga dikenali dengan akhlak terpuji ialah sifat yang lahir didalam diri seseorang yang menjalani pembersihan jiwa dari sifat-sifat yang keji dan hina (sifat mazmumah). Sifat Mazmumah boleh dianggap seperti racun-racun yang boleh membunuh manusia secara tidak disedari dan sifat ini berlawanan dengan sifat mahmudah yang sentiasa mengajak dan menyuruh manusia melakukan kebaikan.  Oleh itu, dalam Islam, yang menjadi pengukur bagi menyatakan sifat seseorang itu sama ada baik atau buruk adalah berdasarkan kepada akhlak dan perilaku yang dimilik oleh seseorang.
Dalam mengamalkan sifat-sifat mahmudah atau etika hidup yang murni, ia merangkumi banyak aspek antaranya :
1. Akhlak Terhadap Diri Sendiri, seperti menjaga kesihatan diri, membersih jiwa daripada akhlak yang buruk dan keji serta tidak melakukan perkara-perkara maksiat.
2. Akhlak Terhadap Keluarga, seperti pergaulan dan komunikasi yang baik antara suami isteri, berbuat baik kepada kedua ibu bapa, menghormati yang lebih tua dan mengasihi orang-orang muda daripada kita.
3. Akhlak Terhadap Masyarakat, seperti sentiasa menjaga amanah, menepati janji, berlaku adil, menjadi saksi yang benar dan sebagainya.
Akhlak dapat dibentuk dengan baik sekiranya kita benar-benar mengikuti lunas-lunas yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Antara jalan terbaik untuk membentuk akhlak yang mulia ialah :
1.  Mempunyai Ilmu Pengetahuan. setiap mukmin perlu mempelajari apakah yang dimaksudkan dengan akhlak terpuji (akhlak mahmudah) dan tahu membezakan dengan akhlak yang keji ( akhlak mazmumah ).
2. Menyedari Kepentingan Akhlak Yang Diamalkan. Ini kerana akhlak merupakan cermin diri bagi seseorang muslim dan membawa imej Islam, malahan daya tarikan Islam juga bergantung kepada akhlak yang mulia.
3. Mempunyai Keazaman Yang Tinggi, melalui keazaman yang tinggi dan kuat sahajalah jiwa seseorang dapat dibentuk untuk benar-benar menghayati sifat yang mulia.



BAB III
KESIMPULAN
Bermula dari zaman Nabi Adam a.s, manusia sudah ditakdirkan untuk menjalani peringkat hidup duniawi di atas muka bumi ini. Sedari detik itu sehingga kini, manusia terus menjalani hidup dengan berbagai cara dan peristiwa yang membentuk sejarah dan tamaddun manusia. Sifat dan keperibadian manusia penuh pertentangan dan beraneka ragam. Manusia bukan makhluk sosial semata-mata malah bukan jua diciptakan untuk mementingkan diri sendiri semata-mata.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam diutuskan kepada manusia untuk menyempurnakan akhlak sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis Rasulullah SAW. Dengan akhlak Rasulullah memenuhi kewajiban dan menunaikan amanah, menyeru manusia kepada tauhid dan dengan akhlak jualah baginda menghadapi musuh di medan perang.



DAFTAR PUSTAKA


Abuddin Nata,  Akhlak Tasawuf,  Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak), (Terj), Farid M’aruf, dari judul asli al-Akhlak, Jakarta:Bulang Bintang, 1983.



2 komentar:

  1. LOMBA BLOG !
    permisi, minat ikut lomba blog ?
    Hello bloggers Indonesia! Dalam rangka menyambut Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1436 H Refiza Souvenir menyelenggarakan blog competition bagi para bloggers. Tuliskan semua hal tentang souvenir Islami dan dapatkan hadiah menarik dari Refiza. . syarat dan ketentuan http://www.refiza.com/blogcompetition2015/

    BalasHapus